Minggu, 14 Desember 2008

Dicari, ksatria Antropolgi…

Dicari, ksatria Antropolgi…

Tidak terasa udah satu minggu kami meninggalkan Papua setelah berakhirnya acaara sarasehan Antropolgi (tadi malam di ingetin sama Helen [USU]waktu aku smsan sama dia), oleh-oleh dari papua berupa virus batuk masih bercokol ditubuh ku :) aku yakin hampir semua anak2 yang lain juga kena flu atau batuk sepulang dari papua. Tapiii kenapa aku masih nulis berbagai hal tentang sarasehan kemaren padahal udah satu minggu dirumah… yahh gimana bisa lupa sih, kan pengalaman yang unforgetable banget towww.

Waktu di Papua kuanggeen banget sama anak2 antro UNAND taman2 seangkatan ku,, rasanya hari2 terakhir waktu di Papua kemaren pikiran gw melayang jauh kepadang karena kangen teman2 di Padang. Sekarang setelah di Padang eeh malah kangen anak2 peserta sarasehan, MMhhh jadi nyesel juga karena tidak berusaha lebih mengenal mereka jauh lebih dekat waktu sarasehan kemaren (apa lagi anak2 UNCEN yang beru ketemu pas di Papua aja, kalau yang lain mah mendingan karena kami senasib dan seperjuangan waktu di kapal). Nyampe dipadang hari selasa tanggal 9 kemaren sedangkan dari hari sabtu tanggal 6 melancong menghabiskan uang sambil menikmati udara kota Jakarta yang berpolusi dan merasakan Idul Adha di Jakarta. Tiga hari di Jakarta cukuplah,, nothing special dari kota "sakit" ini selain gedung2 tinggi dan banyaknya pusat perbelanjaan mewah, sempat juga ke terminal senen buat dari buku2 langka yang ga bakalan aku temui di Padang ini (makasih ya tek udah nemanin nyari buku2 bagus). Waktu pulang di taxi perjalanan menuju bandara, dari tol terlihat hamparan kota jakarta yang penuh sesak dengan bangunan. Tanpa pohon! Tidak ada pohon atau tanaman pelindung apapun yang tampak sejauh mata memandang. Aku tiba2 berfikir bagaimana kota "sakit" ini dapat bekerja dengan suatu sistem yang kompleksnya tanpa ada keserasian antara penghuni (manusia) dengan alam tempat mereka berpijak. Kota ini seperti apa yahh?? Seperti robot, benda mati atau sejenisnya. Ga ada suatu hubungan baik antara alam dan manusia, dan kayanya kedua aspek ini harus sama2 dibenahi dan disembuhkan baik alam maupun manusia sipenghuni alam dari kesakitan yang mereka miliki.

Kota ini butuh ksatria2 Antropologi (hueheheh bu Yun saya pinjam istilah ibu yah, "ksatria antropologi")kajian2 mengenai Antropologi perkotaan menjadi cukup relevan apabila orang menyadari betapa sakitnya kota ini, dan juga kajian tentang ekologis (Atropologi Ekologi tentunya) jadi teringat dengan kata2 temanku MangQ [UGM] waktu sarasehan kemaren (waktu kami di lapangan)di Kampung Tablanusu, waktu aku tanya kenapa ada banyak sekalu buku2 yang berkaitan dengan lingkungan yang dia bawa? Trus aku tanya lagi nulis tentang ekologis yah? Dia jawab "iya, karena masalah yang paling kelihatan dan sangat relevan sekarang ini adalah masalah lingkungan"

Yaahhh gitulah sekedar menuliskan apa yang ada kupikirkan sekarang ini, bahwa Ksatria Antropologi memang sangat dibutuhkan saat ini,, karena itu aku semakin jatuh cinta pada "Ilmu sakti" ini, dan tugas2 selama tia minggu aku izin sarasehan buanyak buanget menumpukkk. Duh rasanya kalo belum selesai belom bisa tidur tenang niiiyyy. Musti semangat kalau mau jadi Ksatria Antropologi di masa depan!!!!

Sabtu, 13 Desember 2008

Kampung Tablanusu












Kampung Tablanusu

Antropologi tanpa kerja lapangan sama aja boong, jadi dihari ke tiga kami semua berangkat ke desa Tablanusu di distrik Deprapre, kurang lebih dua jam perjalanan dari pusat kota Jayapura. Seperti biasa walaupun desa/kampung dan distrik ini masih terletak di Kabupaten Jayapura yang merupakan Ibukota Provinsi Papua jalan kesana susah diakses, tidak ada sinyal telpo, dan bahkan jalan yang menghubungkan Tablanusu ke dunia luar baru dibuka dan belum selesai dikerjakan. Perjalanan ini serasa perjalanan Padang-Bukittinggi (padahal masih didalam kota Jayapura) hutan belantara dan jalan yang sangat rusak benar2 membuat perjalanan ini menjadi sangat "menantang" (thx to Ory [UGM] atas obrolan cerianya selama perjalanan)




Perjalanan lumayan lancar tanpa ada gangguan , ada patroli dari dinas perhubungan kalau sayatidak salah yang membuka jalan kami dengan sirine. Kampung ini benar2 sebuah kampung kecil bertipikal ekologis pantai. Pemikiman penduduk penduduk terpusat disepanjang pantai, tidak begitu banyak pemukiman yang agak jauh masuk ke arah gunung yang terletak dipedalaman. Diperkirakan ditak lebih dari seratus keluarga yang menguhi kampung ini, kantor kelengkapan kampung berupa lembaga adat dan semacam badan musyawarah desa trus ada bangunan sederhana yang ternyata sebuah posyandu. Ada SD negri yang berdekatan bahkan satu kompleks dengan sebuah bangunan gereja yang desainnya sangat sederhana (gereja kristen injili tanah papua, jemaat amos talbanusu) lalu ada sebuah makam cantik dengan yang lebih mirip dengan taman karena diatapi dan bannyak bunga2an disekitar makam.

Anehnya didesa sekecil ini yang jumlah keluarganya tidak terlalu banyak mereka sudah memakai sistem administrasi yang dari pemerintah seperti RT dan RW bahkan setiap gang ada namanya juga. Cukup well organize juga padahal secara adat kamung ini cukup ketat dengan peratudan dan sangat kuat dengan pemimpin nonformalnya (Ondoafi). Warga kampung ini ramah2 tua dan muda kalau berjumpa dengan kami para peserta sarasehan selalu menyapa dengan sapaan selamat pagi siang, atau malam.




Disambut dengan tarian Yospan digerbang desa aku terkejut dengan kondisi jalanan desa (bahkan pada awalnya aku hanya berpikir kalau ini keadaan ini hanya terdapat pada jalanan utama desa, tapi ternyata diseluruh desa) yang berbatu kerikil. Agak aneh rasanya berjalan sampai kaki kami terbenam cukum dalam ketika menginjak kerikil ini dan dibutuhkan energi yang cukup besar juga untuk berjalan didesa ini. Gejala alam yang cukup unik, mulai dari pantai sampai pada bagian yang cukup jauh kepelosok desa tidak ada tanah sama sekali, semuanya batu kerikil licin seperti batu yang berasal dari air gitu….




Pada malam harinya kami mendapat sedikit obrolan ilmiah mengenai tipkal riset ala Antropologi dari salah satu dosen Antro UNCEN (maap lupa namanya, beliau baru selesai S3 di UI) walau apa yang disampaikan si bapak mungkin hampir sudah semuanya kami dengar di kuliaj metode penelitian tapi karena yang menyampaikan adalah dosen UNCEN dan juga cara penyampaian yang ga ngebosenin maka kami memutuskan untuk melawan kantuk dan tetap bertahan, terus beliau juga sedikit share tentang riset mengenai Sperm culture di suku bangsa Marin di Merauke (mudah2an ga salah penulisannya). Wah jadi tambah semangat dan tertantang utnuk riset yang sedikit Ethnographical seperti ini dan kayanya lumayan asik juga yah (walaupun ada mungkin orang yang mempertanyakan dimana aspek terapan dari penelitian ini-- tapi pati ada dong). Waaahhh beruntung banget dapat menyaksikan upacara sakral seperti itu, walaupun orang awam mungkin berpendapat bahwa menyaksikan orang2 papua berhubungan seksual secara masal-bebas dan menampung sperma dan sekret vagina mereka setelah berhubungan bukanlah merupakan pemandangan yang tidak begitu enak dilihat.

Bekal sedikit bekal semalam kami perginakan untuk mengumpulkan data pada pagi harinya, tampaknya panitia juga (terutama seksi acara) kebingungan dan kurang prepare juga tentang konsep di sesi ini. Akhirnya kelompok kami (deni [USU] sebagai ketua kelompok) memutuskan untuk mengarahkan kepada mencari tau hubungan antara kultur masyarakat dengan potensi pariwisata yang ada di desa ini.




Penduduk asli kampung ini sudah dua kali bermigrasi dari tempat asal mereka, menurut cerita responden ku pada awalnya penduduk kampung ini bermukim di duabuah pulau yang berada di teluk yang didepan kampung yang sekarang ini, tetapi karena terjadi sebuah tsunami bereka yang selamat dari musibah ini kemudian membentuk perkampungan baru yang mereka sebut dengan kampung tua yang lumayan dekat dari kampung Tablanusu yang mereka diami sekarang, nama tua atau "kampung tua" jelas bukan terminologi lokal mereka karena kata tua adalah bahasa Indonesia atau mungkinkah ada kata tua didalam bahasa ibu mereka? Dan kenapa dinamakan kampung tua belum tergali sewaktu pengumpulan data. Mereka menjadikan kampung yang sekarang (kampung tablanusu) sebagai ladang umbi-umbian dan juga pisang sewaktu mereka masih tinggal di kampung tua sementara kebutuhan lain mereka penuhi dengan melakukan barter dengan penduduk dari kampung lain. Proses pemenuhan ekonomi dengan sistem barter ini dipererat dengan menukar pengantin antar kampung (exchange) dan pola menetap sesudah menikah adalah uxiriolokal (istri tinggal ddirumah kerabat suami), dari sini didapat sedikit prediksi bahwa mereka menganut sistem kekerabatan patrilinial. Margapun diturunkan dari pihak laki-laki. Sepuluh marga orang Tablanusu adalah somilena, danya, suwae, apasray, seronto, wambena, somisu, jufuai, seli, dan yakurimilena.

Karena keterbatasan kominikasi dengan informan berusia lanjut aku tidak cukup banyak mendapatkan gambaran mengenai kehidupan berumah tangga orang Tablanusu. Sebagaimana telah diungkapkan diatas kalau wanita setelah menikah akan tinggal dirumah kerabat suami, hubungan antara istri dan suami adalah seperti hubungan yang kaku. Dari informan wanita aku mendapatkan kesan bahwa mereka sepenuhnya menerima sebagai koodrat kalau seorang istri memang berada dibawah kekuasaan suami. Dan informan ku yang kedua seorang laki2 paruh baya (anak dari informan pertama) juga memperjelas identitasnya sebagai suami dengan berbagai hak istimewa yang ia miliki dan tidak dimiliki oleh istrimya.

Sambil berkelakar merka berdua bercerita "disini kalau istri tidak turut suami, istri dirotan"

Tampaknya adat patriaki sangat kuat melekat di kebudayaan mereka, aku sedikit bercerita tentang hubungan keluarga luas (termasuk pola menetap, warisan dan relasi suami dan istri) yang sangat matriakat karena memang Minangkabau memiliki sistem matrilinial mereka terkejut dan heran kenapa ada budaya yang sangat jauh berbeda dari kebudayaan mereka.

Karena bertambahnya jumlah penduduk dan tidak cukupnya lahan yang tersedia akhirnya penduduk yang terdiri dari 10 marga ini pindah membuka perkampungan baru yang mereka namakan dengan Tablanusu yang artinya tempat matahari terbenam (sangat indah bukan?)

Hampir seluruh penduduk Tablanusu menganut Protestan yang taat, sebuah gereja berdesain sederhana yang terdapat di sebelah SD diberinama "gereja Kristen Injili di danah Papua" sebelum menganut protestan mereka memiliki kepercayaan tradisional berupa menyembah roh nenek moyang dan juga berbagai roh gaib. Religi yang mereka anut sekarang sangat-sangat berbeda seratus delapan puluh derajat dengan kepercayaan tradisional dulu. Sekali lagi mereka sekarang adalah penganut Protestan yang taat dan selama wawancara aku mendapat kesan bahwa pengalaman masa mereka yang menyembah roh nenek moyang (atau mungkin bisa dikategorikan sebagai Polytheism) adalah sebuah masa kelam yang memalukan. Mereka risih untuk menjawab tentang kepercawaan mereka sebelum Protestan, ada nada penyangkalan dari bahasa mereka (seperti susah untuk mengakui bahwa mereka dulunya penganut paham politeisme).

"Mama masih ada tidak orang yang menyembah nenek moyang?" aku bertanya pada informan

"Kalau ada orang yang masih begitu mereka akan cepat dipanggil"

Perlu waktu lama bagiku untuk memahami frase "cepat dipanggil" yang ternyata maknanya adalah mati

Ternyata penyembahan selain Tuhan adalah merupakan perbuatan yang sangat terkutuk bagi orang Tablanusu

"yang sepeti itu (politeisme) hanya ada pada saat kami belum terang dan belum mendapat firman Tuhan" tutur informan ku

Bahkan informan lain menambahkan dengan sedikit nada takut dan juga mantap akan kepercayaan baru mereka kutipan Alkitab yang melarang manusia menyembah selain Tuhan. Menarik.




Agama protestan dibawa oleh orang Ambon (yang dikristenkan sebelumya oleh orang Jerman)sewaktu mereka mendiami kampung Tua. Hari masuknya Injil ke kampung mereka peringati setiap tahunnya dengan berpawai keliling kampung dan mengakhirinya dengan misa sebagai syukuran digereja kecil mereka. Selain ibadah rutin yang dilaksanakan setiap hari minggu juga ada sekolah minggu bagi anak-anak dan juga kebaktian keluarga. Maksud hati ingin mendapatkan informasi yang lebih lengkap dari para pastor (ada lima orang) tetapi tidak ada satupun dari mereka yang dirumah. Padahal aku dan guide cilik-ku (anak2 SD) udah dateng kerumah. Agak aneh terdengan anak2 bilang kalau Ibu pendeta sedang tidak dirumah? Seorang Ibu bisa jadi pendeta? Aku baru ingat kalau protestan mengizinkan wanita untuk menjadi rohaniawan juga. Dan karena ketiadaan sang pendeta dirumah aku bertanya kepada guide ku, "ibu pendeta bekerja dimana?" dan ternyata setelah dikasih tau oleh Kores [UNCEN] bahwa pendeta tidak punya pekerjaan sampingan. Hanya bekerja sebagai pendeta saja.




Ada sebuah makan, cantik dihalaman depan sebelah kiri gereja. Kanapa aku menganggap makam ini makam yang cantik? Karena makam ini memang jauh dari kesan seram, ada banyak tanaman bunga disekelilingnya. Karena terlindung dan diberi atap makan aku dan anak2 SD sempat ngorol santai tentang siapa pemilik makam ini. Suwae,, nama belakangnya Suwae berarti dia adalah orang asli kampung ini karena Suwae adalah nama salah satu marga dikampung ini. Menurut informasi yang aku dapat dia adalah pendiri gereja ini, mungkin dalam hal finansial almarhum cukup banyak membantu sehingga untuk menghormatinya beliau dimakamkan tepat didepan gereja ini.



Dari segi kepemimpinan kampung ini secara adat dipimpin oleh seorang Ondoafi yang menggususi urusan adat. Tetapi sepertinya kepemimpinan sang ondoafi tidak benar2 seperti kepemimpinan tradisional karena ondoafi juga mempunyai berbagai divisi yang berada dibawah naungannya (ada bagian2 yang mengurusi ekonomi, hubungan masyarakat dan bahkan seorang ondoafi memiliki wakil yang secara resmi akan menggantikannya ketika dia berhalangan untuk datang), lalu secara formal kampung ini juga dipimpin oleh seorang kepala kampung yang sama statusnya sebagai kepala desa gitu.




Yaahh walaupun data tidak begitu terkumpul lengkap karena keterbatasan waktu paling tidak aku merasakan sedikit nuansa riset (walau Cuma ini riset kecil dan sekedar latihan) yang berbeda dari daerah asalku. Lebih berasa sebagai antropolognya kalau kita terjun dan meneliti kebudayaan yang sangat berbeda dari kebudayaan kita (maklumlah selama ini seringnya Cuma sekitar sumbar ajah) dan tidak terlalu sulit juga tuh untuk dapat data (cieee sombong banget gw hehe) Cuma bermodal pinang aja bisa dekat dengan informan. Orang Papua benar2 suka pinang, makna budaya dari pinang sungguh luar biasa. Aku benar2 diterima dan dianggap bagian dari mereka ketika kami bersama2 mengunyah pinang di kedai si informan, ada kedekatan ketika kami makan pinang bersama sehingga wawancara pun jadi lancar hehe...

Mmhhh kehidupan yang sempurna rasanya di Tablanusu ini, alam indah pantainya yang luar biasa bersih dan makanan enak. Rasanya kalau tinggal disini aku akan bermalas2an saja seharian ditepi pantai...

Upacara Pembukaan




Upacara Pembukaan

Ternyata menginisiasi empat orang inisian tidak membuat tenaga kami terkuras pda pada pagi harinya, padahal hari ini adalah hari penting karena hari ini adalah Upacara Pembukaan, tujuan perjalanan kami selama satu minggu dikapal dibuka hari ini,,, semua orang jadi bersemangat dengan Jas Alamamater masing2 (kecuali UNAIR yang memang tidak bawa almamater huhehehe)

Wahh pokoknya hati kita berbunga2 semua deh, gimana tidak dengan perjalanan yang mirip seperti perjalanan ke negri dongeng akhirnya Sarasehan Nasional Antroplogi ini di buka juga secara sermi dan kami resmi menjadi peserta. Acara dilakukan di halaman belakang rektorat UNCEN, pemandangan yang luar biasa kalau melihat kearah kanan. Danau Sentani indah buanget sehari (sebelumnya waktu gladiresik danau tidak begitu keliatan karena cuaca ga bagus, danaunya tertutup kabut),,, trus keajaiban lainnya jika kamu melihat sebelah kiri rektorat, ada teluk (ndak tau teluk apa) yang juga indah banget jadi kedua pemandangan indah ini dapat kita nikmati di satu tempat sekaligus. Setelah menyaksikan para panitia yang kasak-kusuk persiapan membereskan segala sesuatunnya (hihihi… mang enak kerja keras) akhirnya yang ditunggu2 dateng juga yaitu bapak Fredi Numbery (mentri perikanan dan kelautan) beserta Ibu (duh jeng tu bedak tebel banget siiiyy) yang akan membuka Sarasehan ini secara resmi. Seperti biasa sebagai penghargaan terhadap tamu orang papua selalu memberikan tarian selamat datang, lengkap dengan nyanyian dan musik hidup (tifa dan kawan-kawannya) sebagai pengiring tarian.

Pak mentri kasih materi tentang potensi sagu sebagai bahan makanan. Dari pemikiran2 beliau yang jelas sayah juga jadi punhya alasan seperti orang Papua lainnya untuk tidak mengesampingkan Sagu, menebang lahan2 sagu menjadi perluasan kota dan bahkan yang lebih ekstrim lagi memaksa prang Papua untuk makan nasi dan menanam beras. Pemikiran bodoh dar pemerintah untuk secara instant mengganti makanan pokok yang sudah dikonsumsi selama ratusan tahun ("sejak orang papua ada di bumi mereka sudah makan sagu" kata pak Fred). Akhirnya hasil seperti apakah yang didapatkan oleh pemerintah orde baru?lahan sagu dibabat habis tapi program sagu gagal dan uang ratusan milyarpun terbuang percuma. Sagu dalam ceramah pak fredy juga dibahas aspek kebudayaannya bagi orang Papua. Huhhh ternyata cukup berat juga materinya utnuk hari pertama, trus juga ada Ketua MRP (kajelis Rakyat Papua) secara Papua punya hak Otinomi Khusus jadi sistem pemerintahannya rada bikin bingun karena banyak beda dengan daerah2 lain (wewenang pemerintah daerah lebih banyak dari pada pemerintah pusat)

Pikiran gw labih terbuka dan melihat segala sesuau ide tentang keinginan memerdekakan diri yang muncul dari orang papua dari perpektif orang papua sendiri. Yaaaah terlepas dari berbagai masalah lain yang dihadapi bangsa ini, tapi pemerataan pembangunan dan mempertahankan agar tidak terjadi disintegrasi bukan tugas mudah.

Tentu saja yang paling seru dari acara pembukaan ini adalah sesi makan siang, panitia juga ndak tanggung2 kalau soal makan (kayanya orang Papua juga suka makan, perut kenyang adalh urusan yang utama) ada dua hidangan yang pertama nasi yang merupakan makanan yang paling familiar bagi kami. Dan ternyata setelah ngeliat Gina (uncen) lahap banget makan papeda, gw dan yang lainnya jadi pengen juga tapi sayang banget perut kita udah pada kenyang semua dijejali nasi.

Ini pinang toh, kasih kuat kitorang punya gigi…

Ini pinang toh, kasih kuat kitorang punya gigi…


Dua hari pertama kegiatan belom dimulai,,, hari pertama kami benar2 tidak melakukan apa2 selain hanya istirahat di mess (paling sorenya pergi belanja ke minimarket di depan) trus duduk2 dihalaman, ngobrol dan yang paling asik itu pengalaman baru adalah mengunyah pinang. Sebelumnya sih disorong gw sempat nyicip pinang trus ibu yang jualan bilang : "Ini pinang toh, kasih kuat kitorang punya gigi…"


Orang papua benar2 suka pinang, tua, muda, anak2 pun suka pinang tapi yang bikin jelek dari kebiasaan mereka makan pinang (lebih tepatnya "mengunyah" karena pinangnya ga ditelan) mereka meludahkan air pinag sembarangan sehingga jalanan dan dinding2 di papua penuh dengan lukisan2 abstrak dari air pinag yang diludahkan.

semua kena penyakit, ga tau deh penyebabnya apa. Mmmhhh ada beberapa kemungkinan: 1) stress paska perjalanan kapal 2)energi yang terkuras selama dikapal (mungkin juga karena kurang gizi selama dikapal) dan 3) apa karena perubahan zona waktu (yang juga berimbas pada pola makan dan pola tidur) dan juga perubahan cuaca atauuu gabungan dari semua penyebab2 diatas. Wah kalo masalah geja jangan ditanya, mulai dari kecapekan, mual, muntah, pusing (apa lagi yang ini, semua orang wajib kena huahaha), trus sakit tenggorokan dan demam. Sumpah deh yang paling preman sekalipun kena juga,, repot juga kalau berkunjung ke negri yang jauh, harus banyak persiapan bow…


Tapi untunglah masakan mama (istri pak dekan ini juag seorang antropolog lhoo) hampir dapat mengobati kita semua, asal perut kenyang semua aman dan penanyakit agak terasa lebih ringan. Btw soal penyakit2 lagi LO dan panitia lainnya bener2 care sama kita sumpah deh (bahkan Acil [USU] yang kena penyakit tidak panting sekalipun [keseleo larena main bola] diobatin sama panitia) pada malam kedua semakin banyaknya yang sakit membuat panitia mengundang tim medis profesional untuk langsung memberikan kita soal tips dan tricks menjaga kesehatan selama di Papua, lengkap dengan serentetan infosmasi panjang lebar mengenai penyakit2 yang menjadi penyakit endemik di Papua yaitu ISPA, TB, AIDS dan malaria (woooo serem2 bow) dokternya nyaranin kita untuk tes darah sebelum meninggalkan Papua. kita semua merasa puas, informasinya sangat berharga dan kita merasa sedikit terproteksi ("Hidup Antropologi kesehatan!!!" kata Jaya [UNHAS] dan yang bikin gw appreciate lagi sang dokter paham mengenai cabang antropologi ini, mang harus ngerti dong dokter2 di kota tetang pengaruh variabel budaya dalam pengobatan). Dan sehabis ngasih kuliah kesehatan 2 sks sang dokter langsung buka praktek di depan ruangan makan.

Selamat datang di tanah Papua

Selamat datang di tanah Papua

Pertama kali menginjakkan kaki di Jaya pura rasanya seperti mimpi saja, seperti cerita mitologi kuno (ga percuma sayiah belajar Folklor 3 sks) sekelompok pahlawan yang menempuah perjalanan berhari-hari mengarungi samudra menerjang bahaya untuk mencapai suatu misi. Huahahaha lebay banget tapi ya gitulah secara ini perjalanan paling jauh yang pernah gw lakuin hehe :)

Benar2 perjalanan yang membuat stess lahir dan batin dan juga fisik dan mental kita benar2 diuju selama satu minggu dikapal, padahal kita udah dapet kapal yang paling bagus dan lumayan baru karena baru satu bulan diresmikan oleh pak presiden. Waaah ga kebayang kalo pas pulang kita dapet kapal yang parah banget joroknya (untuk saya bersama kerabat2 antro yang OK2 BGT jadi kitas saling menghibur, tuh kan labay lagi hihi...).

Kapal akhirnya sandar di Jaya pura city pada hari senin tanggal 24 pada jam 5 subuh,, dengan total sebanyak 5 delegasi yang berhasil diangkut olek KM Gunung Dempo (UNIMAL, USU, UNAND, UNAIR, dan UNHAS) untungnya pada saat malam terakhir tidak ada semacam pesta perpisahan dengan sang kapal jadi semua orang bisa kumpul tenaga untuk bangun subuh-subuh. Pengeras suara mengumumka bahwa " agar seluruh delegasi mahasiwa antropologi se-Indonesia bersiap-siap karena telah ditunggu Universitas Cendrawasi" wah jadi metinding plus deg-degan dan benar saja waktu kami melongok keluar melalui jendela di dek 5 sudah ada empat orang yang berpakian adat sentani lengkap (ada juga yang bawa sanduk selamat datang). Masing masing utusan dengan jas almamaternya dikalungi bingan dan disambut dengan adat Papua (sentani), melepas alas kaki dan menginjak piring (sempat degdegan juga jangan2 piring keramatnya bisa pecah pas gw injak huhu) setelah mengijakkan kaki (dipiring yang yang katanya tidak akan pecah tsb) kami resmi menjadi tamu di tanah papua.

Kearasa banget suasana religius penduduk Jayapura ini disebuah bukit yang mengadap ke teluk dipalabuhan terdapat tulisan besar dari lampu neon “Jaya Pura City” dan terdapat salib yang gede benget disebelahnya. Dan waktu di Sorong disepanjang pantai di trotoar jalan ke pelabuhan terdapat salib2, duh kalau liat salib2 ini jadi teringat juga dengan papan2 AsmaulHusna yang menghiasi sepanjang jalan pantai Padang J kesan pertama yang gw tangkap dari orang papua adalah : ramah dan bersahabat dan ternyata memang begitu apa adanya, mereka memperlakukan tamu dengan sangat baik dan sopan. Sebelum perjalanan ke penginapan (sebuah mess yang dikelola oleh departemen pertanian)kami diberi ucapan selamat datang oleh pak Dekan dan dilanjutkan dengan doa bersama (dengan ritual dan doa kristen tentunnya). Wah kalau melihat kita Jayapura, jelas banget bukti ketidak merataan pembangunan di Indonesia. Jayapura yang ibu kota propinsi rasanya tidak lebih dari seperti kota pariaman dan lubuk alung di Sumatra barat, trus kalo ibu kota propinsinya aja begini bagaimana desanya (wah ga kebayang deh). Secata umum jayapura terletak di dataran yang berbukit-bukit yang jalanannya naik dan turun (padahal dipusat kota kok gw serasa dalam perjalanan ke Bukittinggi yah). Ga heran kalau orang Papua menuntut untuk merdeka :( , satu peristiwa yang agak ngeri terjadi ketika kami sampai di pelabuhan (sebelum naik bus) seorang bapak berpakaian dinas perhubungan berkata "mana Aceh, mana Aceh. Mana orang aceh??"

"saya dari Aceh pak." (Donna)

"beginilah keadaaan Papua, lihatlah…"

"kalau aceh ingin merdeka, Papua juga" (si bapak yang berpakaian dinas perhubungan dengan nada berapi-api)

Wah baru sadar beginilah keadaan yang sebenarnya terjadi di Papua, keinginan mereka untuk merdeka (karena alasan ketidak adilan) sebegitu kuat sehingga mereka dengan bersemangat untuk menjadi teman seperjuangan dari Aceh.

Selama hidup didaerah yang penduduknya hetergen seperti kota padang agak aneh juga rasanya melihat betapa banyannya gereja bertebaran disepanjang jalan yang kami lalui (ada berbagai aliran dan bentuknya beraneka ragam) ada juga yang bersebelahan dengan masjid (tidak pernah terjadi di kota Padang). Penaymbutan di mess punsangat hangat panitia, Kajur (Dra. Ivone Poli M.si) dan juga PD III (antropolog juga) dan juga Ibu dekan (istrinya pak dekan) yang akan memastikan perut kami selalu kenyang selama acara ini (sekesi konsumsi) juga seorang antropolog. Wah makanannya enak banget, soup ayam dan telor rebur dengan saos manis, pokoknya benar2 perbaikan gizi deh bagi kita yang selama ini tersiksa memakan makanan kapal yang sangat membosankan. Pokoknya kesan yang pertama kali kami dapatkan kami benar-benar diterima sebagai bagian dari mereka, dan yang bikin salut sama Antro UNCEN seakan tidak ada sekat lagi antara mahasiswa dan dosen (dalam hal kepanitiaan) seakan dosen2 mereka juga merupakan panitia (maksudnya benar2 mengurus hal2 yang sifatnya teknikal) selama ini kalau dalam kepanitiaan ada kecenderungan dosen sebagai pengamat saja dan memberi saran ini dan itu. Di kepanitiaan inisiasi ini semua orang repot semua orang sibuk dan bahu membahu, kajur tidak lagi seperti kajur yang sangat menjaga wibawa didepan mahasiswa2nya tetapi sudah melebur aja gt lho…

Sabtu, 15 November 2008

Trip to Papua I

walaupun sebelumnya sempat dilanda post trip syndrome, maklumlah ga pernah sebelumnya melakukan perjalanan sejauh ini,,,,,,, hHHHuuua PAPUA!!! ga pernah deh kebayang bakal nginjak tanah papua,, selama ini papua nyaris cuma sebuah legenda tanah eksotis yang hanya bisa gw liat dan kagumi lewat buku2 IPS waktu sekolah dulu. But now i'm in my trip to Papua.... Huahahaha (evil laugh)

Huuuuhhh perjalan pannjang ke pakua dimulai subuh ini. ga biasanya gw yang selama ini well prepare kalo mau jalan jauh gt, tapi pagi ini bawaanya kesal aja dan ga mood; charger HP ilang, mana belom mandi, barang masih bertebaran deseantero kamar dan yang parahnya gw lupa pake deodorant (wah nyawa tuh). Tapi akhirnya papih dan mamih nya Paik07 dateng menyelametkan gw dan david untuk sampai ke bandara dengan aman dan nyaman (secara keluarga gw ga punya mobil, adanya dirumah cuma dua motor jadul. wah tak sanggup diriku berkedara pagi buta begini sambil bawa travel bag yang segede gaban :)

sampe di airport enak juga kebetolan bokap lagi dinas malem jadi perjalanan masuk keruang tunggu bandara lancar2 aja. Dan akhirnya gw ada disini,, dikursi merah ruang tunggu air port.....


Tunggu laporan langsung lainnya OKAYYY...

Kamis, 06 November 2008

Etnis Tionghoa dan Sumpah Pemuda

Etnis Tionghoa dan Sumpah Pemuda

Kristan

Pemuda Khonghucu/Ketua Gemaku

Awalnya istilah Indonesia Merupakan definisi ilmiah bagi kepulauan Hindia yang dikenalkan oleh para antropolog Barat, seperti JR Logan, GSW Earl, dan Adolf Bastian, di penghujung abad ke-19. Endapan diskursus tersebut telah bertransformasi menjadi suatu bangsa, tepatnya setelah jiwa-jiwa mudanya mengucap dik-tum Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa. Berlaksa bangsa yang sebelumnya terberai ideologi primordialisme (kedaerahan, kesukuan, keagamaan) bisa bersatu. Masyarakat madani kita yang mulanya didominasi kental oleh gairah primordial, seperti Jong Java, Jong Sumatranen, Jong Celebes, Jong Ambon, Sarekat Islam, Muhammadiyah, Jong Tionghoa (sejarah mencoba menutupinya) tampak mengorientasi kiblat.

Kelompok nasionalis berlatar belakang sekuler, kalangan agamis (Islam), dan kelompok komunis melakukan konsolidasi di bawah payung ideologis bernama keindonesiaan. Walhasil, 17 tahun kemudian, proklamasi kemerdekaan dideklarasikan, dan lahirlah Pancasila dan UUD 1945. Terpenuhi sudah syarat ontologis yang dibutuhkan Indonesia untuk menjadi sebuah negara-bangsa (nation-state) dalam lembaran sejarah peradaban dunia.

Masyarakat Terbuka

Dalam suatu kesempatan di sela-sela dialog tentang primordialisme, Mohammad Sobari pernah berujar: "Anggaplah nenek moyang kita yang terdahulu telah melakukan kesalahan yang tidak disengaja, dengan menyatakan ada bangsa yang lebih unggul dari yang lain, dan berbagai text books yang menjurus pada primodialisme dan mungkin fundamentalisme. " Lebih lanjut Sobari mengatakan, bagaimana jika kita buang jauh-jauh pemikiran itu dan kita gunakan saja hasil konsensus para pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928, yang kita kenal sekarang sebagai Sumpah Pemuda yang berisi: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa yaitu Indonesia .

Dengan semangat berbeda-beda tetapi tetap satu (Bhineka Tunggal Ika) mungkin dapat mewujudkan masyarakat yang lebih damai dan terbuka (open society), yang menurut Karl Kopper, dapat meredam radikalisme dan fundamentalisme. Sejak dahulu dalam UUD 1945 (walaupun sudah empat kali diamandemen) dikenal terminologi Indonesia asli dan dalam Pasal 2 UU Kewarganegaraan RI 2006 terdapat istilah "asli" yang berbunyi: "Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang- undang sebagai warga negara."

Sejatinya kata asli memiliki dua dimensi arti yaitu asal usul (originality) atau sejati (genuine), yang artinya sejati atau tulen. Artian asal usul sebenarnya tidaklah mempunyai dasar ilmiah yang kukuh seperti yang telah lama diuraikan bahwa sebenarnya bangsa-bangsa di kepulauan Nusantara ini pada dasarnya adalah bangsa campuran. Dalam kehidupan politik yang modern pengertian nation (bangsa) tidak dikaitkan dengan faktor etnisitas, melainkan dengan rasa solidaritas dengan sesama warga negara untuk bersama-sama mewujudkan kehidupan bernegara. Keaslian tidaklah terkait pada faktor fisik melainkan pada semangat patriotisme. Jadi Indonesia yang asli haruslah bermakna Indonesia yang sejati, yang memiliki semangat cinta Tanah Air dan seluruh bangsa, serta memandang semua komponen bangsa sebagai sesama.

Sebagai contoh jika keaslian dikaitkan dengan faktor biologis, maka etnik Jawa yang tinggal di Suriname atau orang Ambon eks KNIL, ketika mereka kembali ke Indonesia dan menjadi WNI maka mereka berhak menjadi presiden. Jadi seolah-olah lebih berhak dibandingkan dengan etnik Tionghoa, Arab , India , atau Indo yang telah turun temurun hidup di sini dan telah berjasa banyak bagi kesejahteraan bangsa. Apakah ini tidak bertentangan dengan rasa keadilan yang berketuhanan? Oknum Tionghoa yang mengacaukan ekonomi dan menyebabkan kehancuran bank, tidak membayar pajak dengan adil, menyelundupkan kekayaan negara, tidaklah dapat dikategorikan Indonesia yang sejati. Bahkan tidak dapat dikategorikan ke dalam kelompok Indonesia sama sekali. Walaupun memakai nama Indonesia dan berbahasa Indonesia dengan fasih serta mengenal sejarah perjuangan dengan baik.

Tidak dapat disangkal bahwa banyak oknum Tionghoa yang melakukan tindakan kriminal dalam bidang ekonomi dan perdagangan dan tentunya tindakan kriminal lainnya yang cukup menyakitkan bangsa Indonesia secara keseluruhan, baik etnik Tionghoa maupun Melayu. Namun di sisi lain kontribusi etnis Tionghoa khususnya dalam perekonomian Indonesia sangatlah signifikan, hal ini dapat dikaji dari sejak awal kedatangan etnis Tionghoa di Nusantara. Introduksi teknologi pengolahan pangan dan hasil pertanian seperti pembuatan gula tebu, tanaman jati, pendulangan emas dan timah, teknik pengolahan kedelai menjadi tahu, kecap, tauco misalnya merupakan teknik-teknik yang dibawa oleh orang-orang Tionghoa ke Nusantara. Atas sumbangsih tersebut mungkin anak cucu mereka kini berhak menikmati buah karya leluhurnya tersebut.

Dalam kehidupan modern, etnik Tionghoa menyumbangkan tenaganya dalam bidang perdagangan dan telah menyediakan jutaan lapangan pekerjaan bagi semua pihak. Tidak sedikit yang banyak berkarya dalam bidang olahraga, ilmu pengetahuan, kedokteran, hukum, perhubungan, keteknikan, pendidikan, dan hampir semua bidang profesi lainnya. Bahkan ada umat Khonghucu (Yap Tjwan Bing) yang menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia ) dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ). Perlu dicatat pula bahwa sewaktu teks Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dibacakan, tempatnya di rumah seorang Tionghoa Khonghucu bernama Sie Kong Liong, di Jalan Kramat Raya 106 Jakarta (sekarang rumah tersebut dijadikan Museum Sumpah Pemuda). Hingga detik ini sumbangan etnik Tionghoa dalam berbagai sektor cukup besar. Tindakan Diskriminatif Fenomena penjarahan toko-toko milik etnik Tionghoa adalah buah dari tidak konsistennya produk hukum dari penguasa dalam kaitannya dengan etnis Tionghoa, serta masih banyaknya tindakan diskriminatif lainnya.

Contoh paling konkret adalah diskriminasi di bidang birokrasi seperti masalah SBKRI yang kadang dipelesetkan menjadi "Surat Bukti Kebodohan Republik Ini" dari arti yang sebenarnya yaitu Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia , kasus pencatatan akta kelahiran, dan lain-lain. Kasus-kasus tersebut merupakan salah satu petunjuk masih kuatnya budaya kesukuan (primordialisme) pada sebagian kalangan di Indonesia . Kelompok rasialis ini bukan saja telah merusak etnis tertentu, melainkan juga telah merusak ekonomi negara secara keseluruhan. Dengan adanya UU Kewarganegaraan yang baru-baru ini disahkan mudah-mudahan hal-hal tersebut tidak terjadi lagi di masa mendatang. Dan juga jangan sampai aturan yang telah disepakati bersama tersebut dinodai oleh praktek-praktek oknum rasialis yang mungkin masih tetap ada di bumi Indonesia tercinta ini. Namun di balik itu semua komunitas Tionghoa Indonesia juga jangan terlalu terbuai dengan tuntutan hak-haknya semata melainkan juga harus mengimbanginya dengan kewajibannya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan konstitusi. Maka dari itu komunitas Tionghoa juga harus belajar membuka diri menuju open society, sebab terkadang teman-teman Tionghoa juga sering kali bersikap eksklusif dalam hal ini kurang membaur.

Sebagai contoh, masih banyak orang Tionghoa yang menggunakan bahasa Tionghoa di khasanah publik dan hidup berkelompok (pecinan). Hal ini tanpa disadari tidak sesuai dengan isi Sumpah Pemuda. Etnis Tionghoa hendaknya memang tidak usah ragu-ragu dalam membina negara dan bangsa Indonesia karena memang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari negeri ini. Kontribusi etnis Tionghoa dalam membangun negara dan bangsa Indonesia tidaklah sedikit. Mulai sekarang etnis Tionghoa Indonesia haruslah merasa benar-benar at home di negara ini. Setiap individu Tionghoa harus aktif menangkis tuduhan-tuduhan yang tidak adil sesuai tugas dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia yang baik. Keadaan demografi dan landsekap politik sekarang ini sangatlah berbeda. Konsep kebangsaan lama yang terlalu menekankan homogenitas di atas keberagamaan tidaklah mengikuti irama zaman. Kebudayaan yang kita hadapi bukan cuma nasional tetapi juga multinasional. Konfigurasi kebudayaan Indonesia akan semakin mendekati konfigurasi kebudayaan dunia.

Indonesia akan menghadapi kenyataan semakin berkembangnya kebudayaan Amerika, Eropa, Arab , China , Jepang , Korea , India , dan sebagainya. Keanekaan tidak hanya antarsuku bangsa yang telah ada, tetapi dengan kebudayaan bangsa lain. Jadi konsep kebangsaan zaman kini mungkin haruslah menjadi suatu konsep yang terbuka dan semakin menuju pada semangat internasionalisme yang merujuk pada perdamaian dunia. Selaras dengan apa yang dikatakan Confucius bahwa Semua Manusia adalah Bersaudara (All Men are Brothers and Sisters).

Nasionalisme dan rasa cinta Indonesia yang tak bersekat etnis, ras dan agama

Nasionalisme dan rasa cinta Indonesia yang tak bersekat etnis, ras dan agama



Kebiasaan gw sejak gabung di milis Budaya Tioghua adalah mengCopast semua email yang sudah di bundel dalam sistem Daily digest kedalam file Onenote gw, karena maksud dan tujuan gw gabung di milis ini Cuma buat jadi member pasif aja kalo memang ada obrolan yang sangat menarik di gw baru deh gw nimbrung dan perpartisipasi. Tapi selebihnya yyaaah gw Cuma baca2 tulisan orang aja dan tadi malem pas gw baca2 lagi (ga da kerjaan karena mati lampu) gw nemu tulisan yang berjudul: Etnis Tionghoa dan Sumpah Pemuda yang ditulis oleh Kristan, nama ini rasanya kaga asing lagi bagi gw, rasa2nya pernah gw baca di mana gituuu… dan ternyata gw baca nama dia di buku yang berjudul Jadi cokin siapa takut? Buku ini juga kerena banget, disini si Kristan nulis kalo ga salah dua buah tulisan (bukunya berbentuk kumpulan tulisan2 dari berbagai penulis) mengenai hukum dan politik yang berkaitan dengan eksstensi etnis Tionghua di Indonesia.

Tapi yaudah lah gw ga bakalan bahas buku itu, tapi tulisan Kristan yang gw temuin di milis budaya Tionghua gw benar-benar tertarik dengan pemikiran-pemikiran cerdasnya di tulisan ini dan seketika rasa nasionalisme gw memuncak (walaupun gw selama ini memang udah cinta buuuanget sama Indonesia hehehe) gw jadi tercerahkan bahwa sebagai negara bangsa (atau lebih tepatnya negara bangsa-bangsa)masih terdapat ideologi2 primordialisme yang sangat menjunjung paham kedaerahan, kristan juga mengkiritisi penguunaan kata Indonesia asli yang terdapat didalam konstitusi kita alias UUD 45, cerdas banget!! Yang mana sih yang orang Indoneisa asli tiu? Kata askli aja memiliki dua makna:

"

Sejatinya kata asli memiliki dua dimensi arti yaitu asal usul (originality) atau sejati (genuine), yang artinya sejati atau tulen. Artian asal usul sebenarnya tidaklah mempunyai dasar ilmiah yang kukuh seperti yang telah lama diuraikan bahwa sebenarnya bangsa-bangsa di kepulauan Nusantara ini pada dasarnya adalah bangsa campuran. Dalam kehidupan politik yang modern pengertian nation (bangsa) tidak dikaitkan dengan faktor etnisitas, melainkan dengan rasa solidaritas dengan sesama warga negara untuk bersama-sama mewujudkan kehidupan bernegara. Keaslian tidaklah terkait pada faktor fisik melainkan pada semangat patriotisme. Jadi Indonesia yang asli haruslah bermakna Indonesia yang sejati, yang memiliki semangat cinta Tanah Air dan seluruh bangsa, serta memandang semua komponen bangsa sebagai sesama"

Nah benerkan?? Jadi udah ga jamannya lagi kalau lw bersikap diskrimitanif terhadap sodara2 Tionghoa kita dengan ngatain mereka Cina yang bukan orang Indonesia, cina tidak nasionalis dan sebagainya, Come on kita satu Indonesia!! Tiba2 juga gw jadi inget berdebatan gw waktu KKN (kuliah kerja nyata) sama teman KKN gw yang latar belakangnya ilmu politik dan hukum tataegara tentang kenapa orang Tionghua masih mendapat diskriminasi di negri ini, dan yang parahnya mereka berdua berpendapat kalau "cina-cina itu"(maaf gw Cuma ngutip kata2 yang keluar dari mulut kedua teman gw ini) memang sudah sepantasnya mendapatkan perlakuan yang tidak adil karena mereka bukan orang Indonesia asli tapi berasal dari Cina. Yang bikin gw kesal lagi kenapa gw kurang bisa meng komunikasikan pemekiran gw yang kurang lebih sama dengan Kristan bahwa asli atau tidaknya orang Indonesia tidak dilihat dari ras atau etnistas mereka, Tapi patriotisme dan pengakuan diri yang menyatakan bahwa mereka orang Indonesia tulen dan cinta Indonesia.

Your body is your Right

Your body is your Right


Aneh aja gitu kenapa pemerintah kurang kerjaan ngurusin urusan syahwat dan tubuk rakyatnya (kalo masalah tubuh agaknya yang banyak jadir korban dari UU Pornografi yang konyol ini adalah wanita).

Urusan sek yang kalau dirinci lagi didalam UU itu adalah masalah posisi dalam ML dan juga masalah orientasi seksual yang dianggap oleh pemerintah sebagai sesuatu yang menyimbang (gay dan lesbian atau secara umum adalah orientasi selain heteroseksual) juga dibahas, yang ini juga bisa dilihat sebagai manifestasi kekonyolan pemerintah seks dan segala macem atributnya adalah urusan pribadi sesorang yang berada diranah privat. Demikian juga ddengan orientasi seksual orang2 yang beragam bukanlah urusan pemerintah atau satu pihak tertentu, mengenai menyimbang atau tidaknya aktifitas dari orentasi seksual orang kebanyakan lagi2 juga bukan urusan pemerintah dan terlepas dari apapun orientasi seksual seseorang segala macem aktivitas seksual yang dilakukan secara dpribadi dan tidak dipertontonkan didepan umum dan tidak menganggu masyarakat tidak bisa dikatakan pelanggaran bukan??

Wahhh..wah ternyata UU ini sangat dikaitkan juga dengan masalah moral dan akhlak!! Dari mana datangnya moral dan akhlak? Cara berpakaian tidak ada sangkut pautnya dengan moral dan akhlak, tidak pernah terjadi kausus pemerkosaan ataupun tindak pidana yang berhubungan dengan kesopanan pada kehidipan orang Asmat di Papua yang tidak menutupi payudara dan penis mereka !!

Perempuan selalu disalahkan atas boboroknya moral bangsa ini, perempuan selalu disalahkan karena tidak bertanggung jawab dengan tubuh mereka. Mereka dipaksa menutup tubuh… kenapa laki-laki tidak? Jelas pemikiran ini adalah produk dari budaya patriaki yang selama ini membesarkan kita di indonesia, gw mang jadi agak feminist sejak ngabil mata kuliah antropologi wanita semester ini :)

Trus defenisi pornonya juga ndak jelas disini, gimana dengan penari bali?gimana dengan pakaian tradisional papua? Pronokah?

Stupid POLICY made by Stupid POPLE

Kamis, 30 Oktober 2008




Overview

User Rating:

2.3/10 3,404 votes

Bottom 100: #89 (register to vote)

Director:

Ian Iqbal Rashid

Writer:

Annmarie Morais (written by)

Release Date:

25 January 2008 (USA) more

Genre:

Drama more

Tagline:

Set your dreams in motion.

Plot:

Following her sister's death from drug addiction, a high school student is forced to leave her private school to return to her old, crime-filled neighborhood where she re-kindles an unlikely passion for the competitive world of step dancing. | full synopsis

Plot Keywords:

African American | Stepping | Step Dancing | Loss Of Sister | Teen

more

Awards:

1 nomination more

NewsDesk:

Movie Reviews: 'How She Move'

(From Studio Briefing. 25 January 2008)

User Comments:

Stepping Is Music, So Why the Music? more

HOW SHE MOVE

HOW SHE MOVE



Men gw barusan nonton pilem keren banget judulnya : how she move. Duh keren banget ni film, beda dari film2 musikal dan berbau dance yang bernah gw liat sebelumnya kaya high school musical (rada banci gituh, trus ada bring it on (yang ini kerena dari yang yang pertama tadi, apa lagi yang seri terakhir), trus ada juga film musikal yang judulnya rent (bernuansa drama tapi banyak pesan moralnya) yang bikin beda dari film ini karena…

Lebih nge-bit aja musiknya, dan yang paling penting adalah musik dan tarian ini adalah bagian dari kultur dan budaya orang African amerikan sonoh, secara gw calon antropolog dan akhir2 ini gw lagi terobsesi dengan gejala diaspora atau persebaran dan migrasi suatu suku bangsa dari daerah asal mereka. Nah gw pikir untuk ukuran black people yang ada di amerika sana mereka tidak terlalu lama bermigrasi atau dimigasrikan (korban jual beli budak orang eropah sialan) dari tanah leluhur mereka di benua afrika, yah kurang lebih sama lah rentang waktunya dengan orang-orang tionghoa di indonesia. Tapi untuk ukuran yang seperti itu kenapa atribut asli yang menyertai mereka dari tanah leluhur seperti pakaian, agama dan bahasa (yang paling mudah diliat kayanya) ga keliatan lagi di kehidupa orang2 afrika-amerika. Dimanapun orang tionghoa berada dan berapa lamapun mereka terpisah dari tanah leluhur didataran cina tetap banyak atribut asli yang masih bertahan.

Eeh kok tulisan gw melenceng jadi terlalu ilmiah getuh (maklum lah gw kan emamng cerdas hehehe)balik lagi ke film. Yah lagi2 karena kecintaan terhadap ilmu ini juga yang membuat gw sedikit meihat film ini dari kacamata antropologis, kayanya sisa2 jiwa suku pedalaman afrika yang masih di fase hunter and gather (bahkan belom pastoral) masih dapat dilihat sisa2nya kecintaan orang kuliat hitam pada musik RnB dan tarian jalanan, secara psikologis mungkin juga tarian dan musik ini merupakan mentuk peluapan emosi diri mereka. Trus si bintang utama Ray diceritakan tinggal disebuah pemukiman warga kulit hitam Amerika, asik juga melihat bagaimana komunitas ini berinteraksi, dan sekilas kita kebanyakan melihat bahwa kehidupan orang kulit hitam dekat dengan kekerasan dan stereotipe terhadap mereka kebanyakan negatif. MMhhhh kalo lw liat sejarahnya mereka adalah orang-orang kuat nan tangguh, karena mereka harus tetap survive sebagai budak yang diculik dan dibawa secara paksa dari tanah leluhur mereka di di benua afrika, silakan liat lebih dalam di : http://en.wikipedia.org/wiki/Atlantic_slave_trade.

tapi emang keren banget ni film bikin gw terharu juga karena dia berhasil survive dengan teman2 sepergaulan seperti itu, dan setiap orang punya pilihan masing2 Ray memilih untuk tidak mengikuti jejak kakak perempuannya yang mati karena OD. Musik nya keren banget bikin lw semangat, 8 dari 10 bintang buat film ini.

Rabu, 29 Oktober 2008

DEBAT SUBSTANTIVIS DAN FORMALIS DALAM PERKEMBANGAN AWAL ANTROPOLOGI EKONOMI

DEBAT SUBSTANTIVIS DAN FORMALIS DALAM PERKEMBANGAN AWAL ANTROPOLOGI EKONOMI


  1. kontroversi antara disiplin ilmu dengan ilmu sosial
  2. debat formalis dan substantivis
  3. perkembangan antropologi ekonomi setelah era debat

Buku-buku text kuliah sekarang cenderung memberi kesan kalau antropologi adalah ilmu yang cenderung stag dan tidak berkembang, padahal antropologi adalah ilmu yang selalu berkembang dan selalu berubah.

Polanyi membedakan ekonomi menjadi formal dan substansial, formal dalam arti ini formal berarti ekonomi seperti yang diterangkan oleh ilmu ekonomi yang dikenal sebagai proses maksimalisasi dan berorientasi kepada profit. Sedangkan substansial berarti upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup ditengah lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. Dalam arti substantif setiap masyarakat modern, tradisional, atau primitif pasti memiliki ekonomi. Polanyi sendiri adalah salah satu tokoh substantif yang berpendapat bahwa, ekonomi substantif lah yang berlaku universal hal ini didukung oleh pemikiran bahwa didalam masyarakat manapun sistem ekonomi atau kegiatan perekonomian akan berkembang sesuai dengan nilai-nilai budaya setempat. Ditambahkan juga oleh Dalton yang juga beraliran sama dengan Polanyi bahwa teori ekonomi modern tidak dapat dipakai untuk mempelajari masyarakat primitif atau tradisional karena, metode teori ekonomi berkembang dan dimentuk oleh ciri utama inggris diabad ke 19 yaitu industrialisasi pasar dan organisasi pasar. Ciri lain dari mekanisme pasar yaitu adanya sifat ketergantungan : semua kehidupan materi diambil dari menjual sesuatu dengan mekanisme pasar.

Menurut saya perbedaan ini akan sangat berdampak pada perkembangan antropologi ekonomi kedepan karena perkembangan ilmu ini kedepan akan berpijak pada kedua pendapat ini.

Setelah masa perdebatan yang mereda dengan sendirinya (sekitar pertengahan tahun 70 an) perkembangan antropologi ekonomi sebagai satu disiplin yang mulai mantap bertambah komlpleks. Khasanah keilmuan antropologi ekonomi bertambah dengan adanya dua aliran baru, yang pertama adalah Ekonomi baru yang mendapat pengaruh dari gagasan-gagasan Marx dan yang kedua adalah Ekonomi personalisme. Dengan begitu debat substantivis dan formalis tidak menjadi sia-sia karena kedua pemikiran ini masih dapat dilihat sebagai sesuatu yang saling melengkapi (walaupun sudah mengalami perombakan) di dalam aliran Ekonomi baru dan Ekonomi personalisme.

Untuk melihat lebih jelasnya bagaimana pemikiran Formalis dan Substantivis masih tampak dan saling mempengaruhi pada masa era setelah debat dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Paradigma

Pendukung Teori Ekonomi Pasar

Penolak Teori Ekonomi Pasar

Antropologi Ekonomi klasik

Formalisme

Substantivisme

Antropologi Ekonomi baru

Kultural Matrelial

Struktural Marxsis neo-Marxis

Ekonomi Personalisme

Ekonomi Politik

Eokomi Moral

Ekonomi personal

Pos-Modernisme

Pengadopsian gagasan Marx[1] sebagai suatu pendekatan dalam Ekonomi baru terpecah menjadi tiga golongan yaitu Kultural matralial, Struktural Marxsis, dan Neo-Marxsis. Gagasan Marx yang dipakai dalan Antropologi Ekonomi baru[2] karena adanya kesamaan yaitu keduanya mempelajari sistem ekonomi masyarakat.

Dari pemikir antropologi ekonomi baru kelompok struktural marxsis dan neo marxis (dua2nya Marxsis kan ...)jalur pemikirannya sejalan dengan Substantivis, karena ada kesamaan gagasan antara substantivis dengan Marxisme, bahwa sistem ekonomi adalah gejala yang melekat pada institusi sosial dan teori-teori ilmu ekonomi tidak dapat diterapkan secara universal. Bagi kaum Marxis pemikiran teori-teori ekonomi modern dibangun atas realita dan logika masyarakat kapitalis dan sementara itu tidak semua masyarakat didunia ini adalah kapitalis. Dalam Pengantar Antropologi Ekonomi Marxsisme Antropologi Ekonomi baru ini dianggap sebagai Substativisme ”baru” dan yang membedakannya dari substantivisme murni (yang cenderung mempelajari proses distribusi) adalah mereka lebih tertarik pada proses produksi yang mereka yakini sebagai pondasi dari sistem sosial.

Kultural matreaalisme yang dikemukakan oleh Harris lebih menempatkandirinya dikubu Formalis berpendapat bahwa kaum substantivis tidak salah menyatakan ketidak universalan Teori Ekonomi Modern, tapi mereka juga mengingkari keuniversalan Teori Logika Ekonomisasi yaitu bahwa manusia dimanapun diatas dunia selalu bergerak atas pemikiran untukg dan rugi! Jadi pendapat kultural matralisme disini ada benarnya juga, mana ada manusia (bahkan yang paling primitif sekalipun) yang tidak mendasarkan aktivitas ekonominya pada untung dan rugi.

Kemudian diluar ekonomi baru muncul paradigma Ekonomi Personalisasi yang tidak menggunakan gagasan Marx sebagai analisa, mempelajari kondisi keadaan masyarakat Peasant atau pedesaan yang miskin dan menderita. Dalam sudut pandang paadigma Ekonomi personalisasi sistem sosial ditampilkan sebagai sistem yang dioperasikan oleh manusia. Pemikiran Ekonomi personalisme yang dikemukakan oleh Popkin melihat bahwa kehidipan petani pedesaan atau Peasant digambarkan sebagai masyarakat yang harmoni kehidupannya stabil dan desa dilihat sebagai institusi sosial yang berkepentingan untuk menjaga kepentingan hidup warganya. Pemberontakan yang dilakukan oleh kaum peasant dilihat sebagai akibat dari terancamnya harmoni kehidupan mereka oleh ekonomi kapitalistik dari kota. Tapi buku ini kemudian mendapat kritikan dari Scott yang berpendapat bahwa kehidupan dipedesaan bukanlah sesuatu yang harmonis, dan bentuk hubungan harmonis yang dikemukakan oleh Popkin menurut Scott adalah hubungan Patron Klien yang berisifat Eksploitatif. Apabila terjadi pemberontakan itu disebabkan oleh karena mereka ingin mendapat tempat di Ekonomi baru dan kembali kalau hal ini juga berarti pendukungan terhadap pendapat Harris (tentang manusia yang harusnya selalu mempartimbangkan untung dan rugi dalam kehidupan mereka)

REFERENSI

  1. Economics and cultures, Richard R. Wilk
  2. Pengantar antropologi ekonomi, Syafri Syairn et.all
  3. Hand Out mata kuliah Antropologi Ekonomi, DR. Nursyirwan Effendi


[1] Yang berawal di Prancis dan kemudian melebar ke Eropa, AS, dan Amerika Latin.

[2] Umumnya adalah doktrin determinasi infra struktur, konsep mode produksi dan konsep eksploitasi

Penyusunan Kembali Sejarah PDRI di Kototinggi Sebagai Pedoman Sejarah Dan Pemberdayaan Potensi Wisata Sejarah di Kototinggi

PELAKSANAAN KKN-PPM

MAHASISWA UNIVERSITAS ANDALAS

DI NAGARI KOTOTINGGI

KECAMATAN GUNUANG OMEH

KABUPATEN LIMOPULUAH KOTA

Penyusunan Kembali Sejarah PDRI di Kototinggi

Sebagai Pedoman Sejarah

Dan Pemberdayaan Potensi Wisata Sejarah di Kototinggi

Kerjasasama

LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS ANDALAS

D e n g a n

PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN LIMAPULUH KOTA

2 0 0 8

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul / Tema : Penyusunan Kembali Sejarah PDRI di Kototinggi

Sebagai Pedoman Sejarah

dan Pemberdayaan Potensi Wisata Sejarah di Kototinggi

2. Waktu KKN : 14 Juli sampai 30 Agustus 2008

3. Lokasi KKN :

a. Kenagarian : Kototinggi

b. Kecamatan : Gunung Omeh

c. Kabupaten : Limapuluh Kota

4. Pelaksana KKN :

  1. Nama : Arih Mulyawan Bangun No.KKN Fakultas Pertanian
  2. Nama : Deri Supriadi No.KKN Fakultas Exs hukum
  3. Nama : Evawati No.KKN Fakultas Sastra
  4. Nama : Franko Jhoner No.KKN Fakultas Exs Hukum
  5. Nama : Ichwan Sahputra No.KKN Fakultas Exs Hukum
  6. Nama : Irmayanti No.KKN Fakultas Ekonomi
  7. Nama : Ira Mariani No.KKN Fakultas Sastra
  8. Nama : Indah oktaviani No.KKN Fakultas Exs Hukum
  9. Nama : Isdayenti No.KKN Fakultas Isip
  10. Nama : Lenindo No.KKN Fakultas Teknik
  11. Nama : Marisa Astania No.KKN Fakultas Pertanian
  12. Nama : Melsa Susanti No.KKN Fakultas Peternakan
  13. Nama : Nefrizal No.KKN Fakultas Peternakan
  14. Nama : Putri Febrianti No.KKN Fakultas Sastra
  15. Nama : Prabu Nusantara No.KKN Fakultas Isip
  16. Nama : Randi Dharma No.KKN Fakultas Peternakan
  17. Nama : Widya Dwiyanti No.KKN Fakultas Hukum

……………………, ……………………2008

Mengetahui : Menyetujui/Mengesahkan :

Wali Nagari Kototinggi Dosen Pembimbing Lapangan

( …………………………………….) ( …………………………………….)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Analisis Situasi

Kototinggi adalah salah satu nagari yang penting pada masa PDRI dan berbeda dengan banyak nagari atau tempat lainnya yang ditempati PDRI. Di Kototinggi dapat dilihat beberapa hal, diantaranya tempat kedudukan Gubernur Militer Sumatera Barat dan beberapa Menteri PDRI, tempat bertolaknya rombongan Mr. Syafrudin Prawiranegara menemui utusan Hatta di Koto Kaciak, Padang Japang, yang merupakan tempat berdiamnya pejabat PDRI.

Kototinggi memiliki daerah yang berbukit-bukit dan hutan yang lebat. Dari segi pertahanan dan sosial ekonomi, daerah ini bagus. Oleh karena itu, PDRI memilih Kototinggi sebagai pusat Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dalam Agresi II tahun 1948-1949.

Setelah 1 minggu melaksanakan KKN di Kototinggi, penulis menyimpulkan bahwa masalah yang patut mendapat perhatian khusus adalah tentang sejarah PDRI. Sejarah PDRI terdiri dari berbagai versi di nagari Kototinggi. Ada banyak versi mengenai sejarah PDRI di Kototinggi. Untuk itu, perlu ditarik sebuah benang merah tentang sejarah PDRI di Kototinggi.

Melalui kegiatan ini, penulis sangat berharap masyarakat Kototinggi memiliki satu persepsi tentang sejarah PDRI di Kototinggi, sehingga tidak lagi terdapat versi-versi berbeda tentang sejarah PDRI di Kototinggi. Hal ini dapat berlanjut dengan dijadikannya Kototinggi sebagai salah satu tempat wisata sejarah, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mengangkat taraf ekonomi masyarakat Kototinggi. Untuk itu, perlu peran aktif dari segenap masyarakat Kototinggi.

1.2 Perumusan Masalah

Kototinggi memiliki latar belakang sejarah dan potensi wisata yang bagus. Namun, masyarakat seperti belum sepenuhnya menyadari akan hal ini. Disamping itu, adanya pelbagai versi tentang sejarah PDRI di Kototinggi menciptakan kerancuan yang berdampak buruk pada perkembangan Kototinggi sebagai lokasi wisata sejarah.

1.3 Pemecahan Masalah

Metode yang digunakan sebagai upaya untuk mendapatkan satu versi sejarah PDRI di Kototinggi yaitu ”Metode Sejarah”. Metode ini dimulai dengan pengumpulan data (Heuristik), lalu dilanjutkan dengan pembandingan data yang didapat dengan kondisi di lapangan (Kritik), selanjutnya mengidentifikasi data-data yang didapat data heuristik dan kritik (Interpretasi), dan yang terakhir yakni penulisan (Historiografi).

Hasil penulisan dapat dijadikan acuan untuk menyatukan beberapa versi yang berbeda tentang sejarah PDRI di Kototinggi. Penulis sadar, untuk menyatukan beberapa versi yang telah dipercaya turun temurun tidaklah mudah. Untuk itu, diperlukan waktu yang cukup lama. Penulis memperkirakan tahap sosialisasi ini memerlukan waktu lebih kurang satu tahun.

Selanjutnya, dapat dimulai tahap edukasi masyarakat tentang potensi wisata nagari. Hal ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat akan potensi wisata nagari yang dapat mengangkat taraf ekonomi masyarakat.

Tahap selanjutnya, nagari dapat mempromosikan dirinya sebagai salah satu tempat wisata sejarah terpenting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hal ini mungkin terlalu jauh, namun dengan peran serta segenap masyarakat dalam memajukan pariwisata nagari, penulis yakin hal ini dapat tercapai.

1.4 Tujuan Program

Tujuan diadakannya program Penyusunan Kembali Sejarah P D R I adalah:

1. Mengetahui sejarah PDRI yang valid, dan menyatukan beberapa versi yang berbeda tentang sejarah PDRI.

2. Membangun pariwisata sejarah di Kototinggi dan meningkatkan taraf ekonomi mastarakat Kototinggi.

1.5 Manfaat Program

1. Kerancuan tentang sejarah PDRI dapat ditekan atau bahkan dihilangkan.

2. Masyarakat Kototinggi menyadari latar belakang sejarah PDRI di nagari mereka.

3. Masyarakat Kototinggi dapat memanfaatkan dan mengelola potensi wisata sejarah di nagari mereka dengan baik.

1.1 Waktu dan Tempat

Tempat : Nagari Kototinggi

Peserta : Mahasiswa KKN dan masyarakat Kototinggi

Waktu : 14 Juli sampai dengan 30 Agustus 2008

Kegiatan : Penyusunan Kembali Sejarah PDRI di Kototinggi

BAB II

MATERI DAN METODE PELAKSANAAN

2.1. Materi Program

Materi program yang dibutuhkan untuk terlaksananya program ini antara lain yaitu:

a.) Narasumber, baik merupakan saksi ataupun pelaku sejarah.

b.) Buku-buku mengenai sejarah PDRI

c.) Data-data jumlah veteran yang masih hidup di Kototinggi.

d.) Masyarakat Kototinggi.

e.) Perangkat nagari Kototinggi.

f.) Studi pustaka.

2.2. Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan yang digunakan dalam pelakasanaan program ini yaitu metode sejarah. Tahap-tahap yang dilakukan dalam metode ini antara lain:

1. Heuristik (Pengumpulan Data-data)

2. Kritik

3. Interpretasi

4. Historiografi atau Penulisan

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

AWAL TERJADINYA PDRI

Sejarah semula pihak Belanda berusaha hendak menghancurkan Republik Indonesia, karena hampir 350 tahun lamanya menjajah (1596-1942), dengan segala Kebesaran dan Kemegahan, membuat Belanda sangat terkenal dalam Gelanggang Internasional, walaupun Negeri Belanda hanya satu kerajaan kecil di dataran eropa barat. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, betul-betul membingungkan Belanda dan segala daya upaya dijalankan Belanda untuk mendapatkan kembali tanah jajahannya itu yang lebih dari 60 kali luasnya dari negara Belanda. [1]

Walaupun Sumatera terpisah dengan lautan dari Jawa, Pemerintahan berjalan di Jawa dan di Sumatera seirama dengan jalan Revolusi Indonesia; tekad “Sekali Merdeka, Tetap Merdeka” dikobarkan terus menerus. Di ibukota Sumatera Bukittinggi berada Komisariat Pemerintahan Pusat (KOMPEMPUS) di bawah Mr. T. M. Hasan dengan dibantu oleh Komisaris-komisaris Negara, bagian Keuangan Mr. Lukman Hakim, bagian Urusan Keamanan Dalam Negeri merangkap Residen Sumatera Barat Mr. S. M Rasjid.[2]

Pemboman serentak oleh Belanda atas Yogya dan Bukittinggi pada hari Minggu pagi tanggal 19 Desember 1948, betul-betul tidak diduga sama sekali yang berakibat terjadinya kepanikan.[3] Pemimpin-pemimpin Pemerintah tidak hilang kepala; segera setelah pemboman agak reda, diadakan rapat bersama antara Mr. T.M Hasan, Mr. Syafrudin dan Gubernur Sumatera Tengah Mr. M. Nasroen pada kira-kira jam 9 pagi di gedung Tamu Agung, tempat bekas kediaman Wakil Presiden Hatta, masing-masing beserta staf.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 dicanangkanlah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Dengan demikian bagi semua Bangsa Indonesia dimana saja berada karena perlawanan yang tidak seimbang sehingga Pusat Pemerintah Republik Indonesia terdesak, Setelah membaca surat kuasa Presiden Republik Indonesia tanggal 19 Desember 1948 untuk keselamatan Pemerintah dan Negara Republik Indonesia perlu mendapatkan tempat yang lebih aman seperti di Sumatera, mengingat pulau jawa waktu itu sudah 2/3 bagian dikuasai oleh Militer Belanda dapat ditambahkan bahwa pemimpin-pemimpin Republik pada waktu itu sebagian telah berada di Sumatera tengah persisnya di Bukit Tinggi.

Perlu diketahui bahwa Surat Kuasa tersebut ditanda tangani oleh Drs.Muhammad Hatta dan Haji Agus Salim karena pada waktu itu Presiden Republik Indonesia Presiden Sukarno tanggal 19 Desember 1948 telah ditangkap oleh tentara Belanda. Segera setelah menerima telepon bahwa Presiden Sukarno sudah ditangkap oleh tentara Belanda Wakil Presiden langsung mengadakan sidang kabinet khusus (rapat kilat) yang menghasilkan Surat Kuasa yang berbunyi sebagai berikut:

“KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMBERITAHUKAN BAHWA PADA HARI MINGGU TANGGAL 19 DESEMBER 1948 JAM 6 PAGI BELANDA TELAH MEMULAI SERANGANNYA ATAS IBU KOTA JOKYAKARTA JIKA DALAM KEADAAN PEMERINTAHAN TIDAK DAPAT MENJALANKAN KEWAJIBAN LAGI, KAMI MENGUASAKAN KEPADA Mr.SYAFRUDDIN PRAWIRANEGARA, MENTERI KEMAKMURAN, UNTUK MEMBENTUK PEMERINTAHAN DARURAT REPUBLIK INDONESIA DI SUMATERA”.

Jokyakarta 19 Desember 1948

WAKIL PRESIDEN MENTERI LUAR NEGRI

MOH. HATTA AGUS SALIM

Selanjutnya yang untuk Dr. Sudarsono berbunyi :

PRO. Dr. SUDARSONO- PALLAR- Mr. MARAMIS NEW DELDI :

“KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMBERITAHUKAN BAHWA, PADA HARI MINGGU TANGGAL 19-12-1948 JAM 6 PAGI BELANDA TELAH MEMULAI SERANGANNYA ATAS IBUKOTA JOKYAKARTA, JIKA ICHTIAR Mr. SYAFRUDDIN PRAWIRA NEGARA UNTUK MEMBENTUK PEMERINTAHAN DARURAT DI SUMATERA TIDAK BERHASIL, KEPADA SAUDARA-SAUDARA DIKUASAKAN UNTUK MEMBENTUK EXILE GOVERNMENT (PEMERINTAHAN PELARIAN) REPUBLIK INDONESIA DI INDIA. HARAP DALAM HAL INI BERHUBUNGAN DENGAN SYAFRUDDIN PRAWIRANEGARA DI SUMATERA, JIKA HUBUNGA TIDAK MUNGKIN HARAP DIAMBIL TINDAKAN SEPERLUNYA”.

Jokyakarta, 19 Desember 1948

WAKIL PRESIDEN MENTERI LUAR NEGRI

MOH. HATTA AGUS SALIM

Dalam Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatera, Mr.Syafruddin Prawiranegara telah membuat langkah-langkah rapat, sidang-sidang khusus, program-program dan telah dikeluarkan susunan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia yang personalianya tercantum sebagai berikut :

  1. Mr.SYAFRUDDIN PRAWIRANEGARA : ketuaPDRI/merangkap:

Menteri Pertahanan

Menteri Penerangan

Menteri Luar Negri

  1. Mr. TK.MOHD.HASSAN : Wakil Ketua PDRI/

Menteri Dalam Negri

Menteri PPK

Menteri agama

3. Mr. ST .MOHD.RASYID :Menteri Keamanan/merangkap :

Menteri Sosial

Menteri Pembangunan dan pemuda.

  1. Mr. LUKMAN HAKIM :Menteri Keuangan

Menteri kehakiman

  1. Ir. M.SITOMPUL :Menteri Pekerjaan Umum

Menteri kemakmuran

  1. Ir. INDRACAYA :Menteri Perhubungan

Menteri kemakmuran

  1. M. DANUBROTO :Sebagai Sekretaris PDRI
  2. a. M .SANTOSO TARTOPROJO

b. I .J. KASINO

c. K. H. MASYKUR KOMISARIAT DI JAWA

d. SUPENO

e. R. A. SUROSO

9. JENDERAL SUDIRMAN :Panglima Besar Angkatan Perang.

  1. KOLONEL A. H. NASUTION :Panglima Teritorial jawa
  2. KOLONEL HIDAYAT :Panglima Sumatera
  3. KOLONEL NASIR :Pimpinan Angkatan Laut
  4. KOLONEL H. SUJONO :Pimpinan angkatan Udara
  5. KOMISARIS BESAR UMAR SAID :Pimpinan Kepolisian Negara

15. T. DAUD BUREUEH :Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo

16. Dr. F. L. TOBING :Gubernur Militer Daerah-daerah Sumatera Timur dan Tapanuli

17. MR. MQHD.RASYID :Gubernur Militer Sumatera Barat

18. Dr. A.K. Gani :Gubernur Militer Sumatera Selatan dan Jambi

19. Mr. S. M. AMIN :Komisaris Pemerintahan Sumatera Utara

20. Mr. M. Nasrun :Komisaris Pemerintahan Sumatera Tengah

21. Drs. M. ISA :Komisaris Pemerintahan Sumatera Selatan

22. Mr. MARAMIS :Menteri Keuangan (yang berada di New Delhi).

Nama-nama tersebut diatas diumumkan melalui Radio PDRI di Kototinggi Kalaban, Buo, sumpur kudus dan Bidar Alam. Seluruh Mentri-Mentri yang ditunjuk tersebut, waktu itu berada dan bertempat tinggal di Kototinggi dan sekitarnya, yang kemudian mengadakan gerakan-gerakan mobil sendiri-sendiri dengan istilah di tempat sbb:

· Mr. Syafruddin Prawiranegara & keluarga :tinggal di kampung muaro (rumah Nusnar), di Pua data (rumah Daraa), dan di baruah gunuang.

· Mr. Tk. Mohd. Rasyid & keluarga :tinggal di kampung melayu (rumah Nurma) dan di Pua Data.

· Mr. St. Mohd. Rasyid & keluarga :tinggal dikampung pitopang (rumah Hajjah kimah)

· Ir. M. Sitompul :tinggal di sei.sirih (rumah ni’Ah), selain dari menjabat dari beberapa mentri juga sebagai direktur S.MP Perjuangan Kototinggi.

· R.M.Danubroto :tinggal dikampung pitopang berdekatan dengan Mr. Mohd Rasyid.

· Ir. Indra Cahaya dan Lukman Hakim :tinggal di puar data (rumah kamisah).

Pembentukan PDRI, Halaban 22 Desember 1948

Kehadiran Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatera diketahui Belanda pada bulan Februari 1949.[4] Hubungan komunikasi antara PDRI, APRI, dan Perwakilan Republik Indonesia di New Delhi dan PBB berjalan dengan lancar. Tanggal 21 Desember 1948, ibu kota Bukitting mulai di tinggalkan Seluruh anggota pemerintahan barangkat menuju Halaban 19 KM di selatan Kota Payakumbuh. Disana telah bersedia tempat bermalaman di Perkebunan Teh Halaban. Malamnya pukuk 21.15, sirene dibunyikan sebagai tanda bumi hangus dilaksanakan. Api menjulang tinggi di udara. Hujan turun seakan-akan meratapi ibu kota perjuangan yang sedang terbakar.[5]

Rombongan Syafrudin Prawiranegara meninggalkan Bukittingi. Iringan puluhan mobil dan jib bergerak ke jurusan kota Payakumbuh terus menuju perkebunan teh Halaban, di selata Payakumbuh. Rombongan Syafrudin Prawiranegara meninggalkan Bukittinggi. Romboangan Residen Sutan Moh. Rasyid menyusul datan di Halaban. Residen baru datang dari Pariaman mengawasi dua buah kapal yang membongkar barang-barang keperluan rakyat Sumatera Barat . Selesai pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Halaban rombongan Mohd Rasyid dan beberapa Menterinya berangkat menuju Koto Tinggi, 54 km di utara Kota Payakumbuh terletak di daerah ketinggian yang menjadi tempat kedudukan Gubernur Militer Sumatera Barat dan beberapa orang anggota PDRI.

BUKTI-BUKTI YANG DAPAT DIKENANG OLEH MASYARAKAT KOTO TINGGI

Bukti sejarah yang dapat dikenang oleh Masyarakat Koto Tinggi dan sekitarnya sampai saat ini antara lain sebagai berikut :

  1. Rombongan Militer yang Pertama :

Kolonel Syarief Usman dengan Pasukannya pada tanggal 20/21 Desember 1948 datang di Koto Tinggi dan disambut oleh Masyarakat dengan kegembiraan yang meluap-luap .Pada hari itu (selasa) Pesawat Radio yang yang dibawanya yang pernah storing dapat dapat lagi menangkap Siaran Ulangan Mandat Presiden tentang pembentukan PDRI,entah dari studio mana.Masyarakat bersorak-sorak dan beramai-ramai membawa nasi bungkus sehingga malam itu juga pemimpin-pemimpin yang berdatangan ke Koto Tinggidi daulat oleh rakyat atau masyarakat untuk dapat diberikan penerangan-penerangan dan terjadilah Rapat Umum pada malam itu juga yang dihadiri oleh ribuan penduduk.

Kejadian bersejarah itu berkantor di Wali nagari, yang mulai pada saat itu berfungsi siang malam sebagai markas penghubung antara pemerinta, tamu-tamu,lasykar-lasykar,tawanan-tawanan,BPNK,pasukan teras dan pembagian jatah natural, serta menerima sumbangan-sumbangan masyarakat dari sekeliling Koto Tinggi seperi dari kecamatn Gunung Mas, kecamatan Suliki,kecamatan guguk dan pagadis serta Palupuah,yang saat ini gedung tersebut telah dip agar oleh Pemerintah sebagai “Gedung Perjuangan”.

  1. Tempat Tinggal:

Rakyat yag secara sukarela menyerahkan rumahnya untuk tempat bapak-bapak tinggal markas, kantor dan tempat istirahat dan mereka pergi ke gubuk-gubuk pertanian untuk bertanam apa saja yang dapat dimakan dan sampa saat ini banyak diantaranya rumah-rumahitu masih ada dan selalu jadi ingatan dari petani-petani ini karena bangga bukan oleh apa-apa.

  1. Tempat Pemandian

Seperti diketahui bahwa Koto Tinggi umumnya terletak dilereng bukit sehingga hamper setiap sudut bersumburan mata air dan dipergunakan untuk tempat mandi dan lain-lain sehingga masyarakat menamakan tempat-tempat pemandian ini dengan nama-nama bapak-bapak PDRI seperti ada pemandian Pak Hasan, pak Ganto dan Luak pak Tompul, luak pak Suyono dan lain-lain.

  1. Operasi

Pada tanggal 10 January 1949 satu pasukan Belanda sampai juga ke Kototinggi setelah melewati beberapa rintangan, dan membunuh puluhan BPNK di jalan misalnya, 11 orang di Suliki, 9 orang di Titian dalam dan Kototinggi 1 orang. Dalam perkelahian di Titian Dalam dan Kenagarian Pandam Godam (kurang lebih 5 km ke Kototinggi ) Belanda dapat dibunuh 1 orang.

Sesampainya di Puar Datar mereka tidak dapat menemui Sender RRI yang hanya lima meter saja dari tempat mereka minu-minum dan sempat membakar puluhan sedan yang ditemui disana. Waktu mereka menenayakan Sender yang ditemui disana. Waktu mereka menanyakan Sender ibu-ibu yang tinggal memperlihatkan Senter (Flash Light).

Sewaktu Belanda meninggalkan Kototinggi terdengarlah macam-macam cerita diantaranya bermacam-macam kisah persembunyian Bapak-bapak dan yang unik –unik diantaranya bahwa beberapa orang kapak-kapak kita tidak lari jauh, seperti Bapak Rasyid sempat menyaksikan Pasukan Belada dari tempat persembunyiannya dirumpun pisang dekat pasar Kototinggi.

  1. Tugu PDRI

Pada upacara 17 Agustus 1949, yaitu ulang tahun ke IV Kemerdekaan Republik Indonesia sempat diadakan perayaan yang sifatnya Nasional yang memegang tampak pemerintahan Republik Indonesia saat itu sebagai kepala pemerintahan dibawah PDRI. Pada waktu itu diresmikan Tugu Perjuangan PDRI yang berlokai dekat pasar Kototinggi yang bertulis a. l. “LANJUTKAN PERJUANGAN PDRI 1949)

  1. Pembentukan Kecamatan Gunung Mas yang lansung di bawah Gubernur Militer:

Untuk kelancaran roda pemerintahan ditemukan pemerintahan ditempat yang pening ini,gubernur heliter mendirikan sebuah kecamatan gunung mas yang statusnya sehari-hari langsung ber jadi camaturukatsan dengan gubenur .Untuk itu pemuka koto tinggi H.A.Aziz yang kepala nagari langsung diangkat jadi camat Militer Gunuang Mas yang berkedudukan di Kototinggi.

Pada saat itu beberapa orang-orang pemuda Kototinggi resmi diangkat jadi pegawai pemerintahan diantaranya 3 orang jadi camat.

  1. Rumah Sakit lakung

Di bawah Dr. Hitam (meninggal tahun1980 di negri Belanda) atau Rumah Sakit Darurat ini telah merawat pejuang-pejuang yang terluka begitu juga melayani kesehatan dari bapak-bapak dan masyarakat. Saat ini telah dipindahkan kedekat pasar Koto Tinggi.

  1. Lalu Lintas Ekonomi :`

Jalan yang paling ramai pada waktu itu adalah Koto Tinggi dengan Bonjol dan Palupuah serta Riau, disamping hubungan dan juga hubungan ekonomi,baik beras, lauk pauk,garam,minyak goreng,minyak bakar,kertas,DLL.disamping itu lalu lintas masih bungkus dan katura lainnya sangat banyak, darimana-mana sumbangan wajib datang, dari talang Anau, Suliki, Limbanang, baruh Gunung, Pagadis, Siamang Lunyi, mahat, sue. Naning, koto yangah, dll

  1. Sesudah pemulihan:

Banyak lagi kesan-kesan lain yang berbekas,tapi yang perlu ingin dicantumkan adalah kenangan sesudah PDRI turun dari Koto Tinggi menyerahkan mandat kembali kepada presiden Soekarno antara lain:

    1. Upacara peringatan perjuangan yang pernah diadakan di Koto Tinggi seperti

-Anjang sana kepala-kepala daerah sesumatera barat 1968

-ulang tahun PDRI ke 20 tahun 1969, yangdihadiri oleh tingkat pusat.

-start gerk jalan perjuangan tahun 1975 dari Koto Tinggi ke Padang ke Padang.

- Setiap tanggal 19 Semptember sepanjang tahun umumnya masyarakat setempat selalu mengadakan peringatan walaupun sifatanya hanya kecil-kecilan.

    1. Hadiah Taman Bacaan

Waktu peresmian taman bacaan di Kototinggi, Menteri Maladi yang menyerahkan menyatakan bahwa proyek ini adalah hadiah untuk mengenan PDRI.

    1. PPN
    2. Ulang Tahun RRI :

Setiap Ulang Tahun RRI, dalam cerdas tangkas sering ditanyakan 3 buah kota yang pernah jadi ibu kota RI dan jawaban yang betul adalah Jakarta , Yogyakarta, dan Kototinggi, yang akhir-akhir ini jarang lagi kedenganran tapi bagi rakyat Kototinggi

    1. Pemugaran Gedung Perjuangan

Pada tahun 1979 yang lalu gedung Kantor Kepala Nagari lama yang sangat berperan pada tahun 1948/1949 telah dapat biaya dari pemerintahan untuk dipugar dengan ketententuan bentuk lama tidak boleh hilang, sehingga kesan-kesan perjuangan itu tidak semakin menjauh, dan selanjutnya diberi nama Gedung Perjuangan.

    1. Rencana Pembuatan Monument.

Rencana Monument oleh Bapak Gubernur Sumatera Barat akan dibangun dilokasi pasar sekarang, dan untuk itu akan dibuatkan pasar yang baru.

Kisah Di Bukanya Kantor PDRI Di Kototinggi

Pada tanggal 21 Desember 1948 daatnglah di koto Tinggibapak gubernur M.Rasyid,beserta rombongan dan sesudah itu menyusul rombongan dan sesudah itu menyusul rombongan bapak Syafruddin Prawira.Tapi sebelumnya jugasudah adarombongan-rombongan dari militer, misalnya Kol.syarif Usmnan, Dahlan Ibrahim dan lian-lain.

Sebelum diduduk Yogyakarta oleh Belanda dan menawan Presiden dan Wakil Presidendan Menteri-menterinya tanggal 19 Desember 1948, Presiden Republik Indonesia menguasakan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai menteri Kemakmuran Republik Indonesia yang sedang berada di sekitar Bukittinggi untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik.Untuk itu Mr. Syafruddin Prawiranegara dan cs dengan segala usahanya mencoba berembuk untuk merumuskan wewenang yang dilimpahkan oleh Presiden.Berhubung Belanda mengetahui tentang Nota ini, maka dari arah Padang Belanda berusaha menyerang untuk menduduki Bukittinggi.

Belanda berusaha pula memburu ke Payakumbuh,dan Halaban pun dirasa tidak aman lagi, dan pada tanggal 25 Desember 1948 yaitu hari Selasa, saat-saat Belanda menggempur Payakumbuh, rombongan Bapak-bapak Pemimpin PDRI ini semua telah berada di Kototinggi yaitu 43 KM arah utara Payakumbuh dengan memakai kendaraan ataupun berjalan kaki. Padasaat itu, masyarakat Kototinggi telah siap menampung kedatangan rombongan Bapak-bapak tersebut dan segera menyiapkan rumah-rumah, markas dan perkantoran tempat sidang, yang selanjutnya telah dapat membentuk susunan cabinet PDRI di Halaban pada tanggal 22 Desember1948.

STRATEGI PDRI KOTOTINGGI

Srategi Kototinggi dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1. Tempatnya berbukit-bukit dan bergunung-gunung mempunyai hutan yang lebat.
  2. Mempunyai jalan tembus kesegala jurusan seperti:

* Ke Agam melalui Palupuh dan Tilatang Kamang

* Ke Pasaman melalui Bonjol dan Tapus

* Ke Payakumbuh Selatan melalui Batu Hampar dan Mahat

* Ke Riau dan Sumut hubungan cukup ramai dengan jalan rahasia Mahat.

  1. Daerah kewedanaan Suliki ini tanahnya cukup subur dan Suplay makanan cukup banyak sehingga melanjutkan perjuangan
  2. Partisipasi masyarakat sangat meyakinkan, setia, ramah, tidak ada pembelotan dan bersemangat serta militant.

Hal ini sudah teruji sewaktu Perang Paderi yang pernah ditempati oleh Imam Bonjol dan pernah juga ditempati oleh Belanda sewaktu Perang Paderi yang sampai kini masih ada bekas benteng-benteng dari mereka.

SEJARAH DIBUKANYA KANTOR PEMERINTAHAN SUMATERA BARAT/PDRI DI KOTOTINGGI

Pada tanggal 23 Desember 1948 datanglah di Kototinggi Bapak Gubernur M.Rasyid beserta rombongan dan sesudah itu menyusul rombongan Bapak Syafruddin Prawiranegara. Tapi sebelumnya juga sudah ada rombongan-rombongan militer, misalnya Kol. Syarif Usman, Dahlan Ibrahim dan lain-lain. Rumah Engku Tulis Kaa dan rumah H. Kima di Kampung Pitopang Kototinggi di jadikan kantor Gubernur Militer oleh Bapak M. Rasyid, sehingga rumah ini dengan sekejap mata saja sudah tersusun rapi dengan peralatan kantor seperti meja atau alat tulis, kursi dan lain-lain.

Sementara itu di Jorong Pasar sibuk pula dengan kegiatan-kegiatan keamanan seperti pengaturan pos-pos penjagaan, pos ronda, pengawalan, pemeriksaan perhubungan dan lain-lain, sedangkan di Jorong-jorong lain secara diam-diam dan sangat rahasia secara serempak penuh pula dengan kesibukan-kesibukan seperti di Puar Datar terjadi kegiatan penyedian rumah untuk Sender RRI, rumah untuk sidang-sidang yang sekaligus jadi tempat tinggal para Menteri Kabinet.

Begitu juga di Sungai Sirih, Air Hangat, Sungai Dadok, dan lain-lain, dan waktu itulah masyarakat Kototinggi menyadari tanggung jawab yang besar dalam perjuangan kemerdekaan sedang berada dipundaknya. Sewaktu siaran yang pertama berkumandang di PuarDatar, Masyarakat mengetahui bahwa pemerintahan darurat telah berdiri dan dari sidang-sidang yang diadakan disana serta siaran-siaran RRI selanjutnya dapatlah diikuiti susunan cabinet yang lengkap dan terakhir.

Waktu itu diketahui bahwa Bapak St. Rasyid yang berkantor di dekat pasar Kototinggi yang diketahui bahwa Bapak St. Radyid yang berkantor di dekat pasar Kototinggi , yang didampingi oleh stafal: Pak Ganto Suaro, juga Menteri Keamanan, Menteri Sosial, Pembangunan dan Menteri pemuda, dan melihat kenyataan ini yang mana Bapak-Bapak itu bukan hanya dari daerah tapi juga dari tingkat nasional maka masyarakat serta merta merelakan harta dan nyawanya serta tenaga demi untuk keselamatan perjuangan.

Pemeritahan ini berada di Kototinggi yaitu 21 Desember 1948s/d 27 Desember 1949 disaat pemulihan kemerdekaan oleh Belanda, walaupun pada bulan Juli dan Agustus Bapak-bapak telah berangsur-angsur meningalkan Kototinggi karena adanya keperluan perjuangan ditempat lain, karena disaat itu kota Yogyakarta tela kembali kepangkuan Republik Indonesia/RIS. Selama peride PDRI itu,tempat kedudukan resmi pemerintahan sudah pasti tidak disebutkan hanya diberik kode DITEMPAT demi Security.

Kadang-kadang Ketua PDRI, Bapauk Syafrudin Prawiranegara menghilang dari Kototinggi, dan beberapa saat muncul lagi kabar bahwasanya ia sudah muncul di Kudus, Bidar alam dan lain-lain, tapi yang jelas staf dan keluarganya hampir menetap dan berkantor di Kototinggi, misalnya Tengku, Mohd, Hasan sebagai wakil Ketua PDRI yang merangkap Mendagri, PKK dan agama juga Bapak R.M. Danubroto yang menjabat sebagai sekretaris cabinet, dan yang terpenting adalah Kantor Gubernur Militer Sumbar/Sumteng yang tidak pernah terpisah dari Kp.Pitopang Kototinggi, yaitu St. Mohd. Rasyid yang juga memegang 4 Kemeterian.

Jadi walaupun Bapak Syafruddin Prawiranegara selalu berkeliling (mobile) di kantor, staf dan Keluarganya serta beberapa orang menteri selalu tinggal/tetap di Kototinggi melaksanakan dan mengatur pemerintahan Republik Indonesia waktu itu diberi kode “Di Tempat”.

BAB. IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari Penyelusuran data-data mengenai sejarah PDRI di Koto Tinggi bahwa daerah ini digunakan sebagai basis pertahanan. Koto Tinggi memiliki daerah yang berbukit-bukit dan hutannya yang lebat dengan demikian para Pemerintah waktu itu memilih daerah Koto Tinggi untuk daerah tempat menyingkir dan menghilang, justru karena itulah dipandang dari segi pertahanan dan social ekonomi maka PDRI mengambil tempat di Kototinggi sebagai pusat Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dalam Agresi Belanda II tahun 1948-1949.

4.2 Saran

Dari pelaksanaan program penyelusuran sejarah P D R I di Nagari Koto Tinggi mempunyai pengalaman yang sangat menarik. Di dalam mewanwancarai narasumber penulis sedikit terkendala dengan logat bahasa yang terkadang penulis tidak mengerti.Di Nagari Koto Tinggi ini penulis telah mendapatkan pengalaman yang sangat berarti yang tidak di dapatkan di bangku perkuliahan.kan di bangku perkuliahan. Untuk itu Penulis memberikan beberapa masukan, sebagai berikut:

a.) Perlunya cagar-cagar budaya seperti monument-monumet itu dipelihara dan dirawat lebih ekstra lagi agar sejarah P D R I di Koto Tinggi.

b.) Perlunya pemerintah membuat museum-museum peninggalan pada masa P D R I yang masih dimiliki oleh masyarakat satu per satu

DAFTAR PUSTAKA

Asnan,Gusti. 2007. Memikir Ulang Regionalisme. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Frederick, William H. 2005. Pemahaman Sejarah Indonesia. Jakarta : Penerbit LP3ES

Hasan, Ismael. 2008. Perundingan – Padang Japang. Jakarta

Moedjanto.______. Indonesia Abad ke-20. Jakarta : Kanisius

_________,_______, Lahirnya Tugas dan Perjuangan PDRI 1948-1949. Koto

Tinggi

M. Rasjid.1982. Di Sekitar PDRI. Jakarta:Bulan Bintang.

Kahin, Audrey. 2005. Dari Pemberontakan ke Integarsi. Jakarta: Yayasan obor Indonesia

Salim, Islam. 1995. Terobosan PDRI Dan Peranan T N I. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Nain, Sjafnir A. 1995. Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (22Desember1948-13 Juli 1949). Padang : Esa Padang



[1] Ada pribahasa Belanda yang diajarkan di sekolah-sekolah Belanda: “INDIE VERLOREN, RAMPSPOED GEBOREN” yang artinya “Indonesia Hilang, Malapetaka Datang”.

[2] Pada tahun 1948, Sumatera di bagi atas tiga provinsi yakni Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Tengah dan Provinsi Sumatera Selatan. Teuku Moh. Hassan, mantan Gubernur Provinsi Sumatera, diangkat menjadi Ketua Komisaris Pemerintahan Pusat bedasarkan Keputusan Wakil Pemerintah Pusat bedasarkan Keputusan Wakil Presiden No. 48/ WKP tanggal 26 Oktober 1948. Dalam keadaan darurat, Komisaris Pemerintahan Pusat dapat merubah dan membuat undang-undang dan peraturan yang diperlukan. Kedudukan Komisaris disamakan dengan menteri. Supeno diangkat sebagai Komisaris Urusan Dalam Negeri dan Lukamn Hakim sebagai Komisaris Keuangan dan Residen Sumatera Barat Sutan Mohd. Rasyid sebagai Komisaris Urusan Keamamana untuk seluruh Sumatera. Bukittinggi dipersiapkan sebagai jantung perjuangan negara dan bangsa dalam mencapai cita-cita kemerdekaan.

[3]Mr. S. Rasjid. Sekita PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia). Jakarta: Penerbit Bulan Bintang. 1982. Hal.11

[4] Drs. H. Sjafnir Aboe Nain. Pemerintahan Repulik Indonesia (22 Desember 1948-13Juli 1949). Padang: Esa Padang. 1995. Hal. 24

[5] Pada tanggal 22 Desember pukul 7.00 pagi Belanda memasuki Bukittinggi da menemui Kota dalam keadaan kosong

My Visitors

mereka yang berkunjung


View My Stats