Sabtu, 15 November 2008

Trip to Papua I

walaupun sebelumnya sempat dilanda post trip syndrome, maklumlah ga pernah sebelumnya melakukan perjalanan sejauh ini,,,,,,, hHHHuuua PAPUA!!! ga pernah deh kebayang bakal nginjak tanah papua,, selama ini papua nyaris cuma sebuah legenda tanah eksotis yang hanya bisa gw liat dan kagumi lewat buku2 IPS waktu sekolah dulu. But now i'm in my trip to Papua.... Huahahaha (evil laugh)

Huuuuhhh perjalan pannjang ke pakua dimulai subuh ini. ga biasanya gw yang selama ini well prepare kalo mau jalan jauh gt, tapi pagi ini bawaanya kesal aja dan ga mood; charger HP ilang, mana belom mandi, barang masih bertebaran deseantero kamar dan yang parahnya gw lupa pake deodorant (wah nyawa tuh). Tapi akhirnya papih dan mamih nya Paik07 dateng menyelametkan gw dan david untuk sampai ke bandara dengan aman dan nyaman (secara keluarga gw ga punya mobil, adanya dirumah cuma dua motor jadul. wah tak sanggup diriku berkedara pagi buta begini sambil bawa travel bag yang segede gaban :)

sampe di airport enak juga kebetolan bokap lagi dinas malem jadi perjalanan masuk keruang tunggu bandara lancar2 aja. Dan akhirnya gw ada disini,, dikursi merah ruang tunggu air port.....


Tunggu laporan langsung lainnya OKAYYY...

Kamis, 06 November 2008

Etnis Tionghoa dan Sumpah Pemuda

Etnis Tionghoa dan Sumpah Pemuda

Kristan

Pemuda Khonghucu/Ketua Gemaku

Awalnya istilah Indonesia Merupakan definisi ilmiah bagi kepulauan Hindia yang dikenalkan oleh para antropolog Barat, seperti JR Logan, GSW Earl, dan Adolf Bastian, di penghujung abad ke-19. Endapan diskursus tersebut telah bertransformasi menjadi suatu bangsa, tepatnya setelah jiwa-jiwa mudanya mengucap dik-tum Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa. Berlaksa bangsa yang sebelumnya terberai ideologi primordialisme (kedaerahan, kesukuan, keagamaan) bisa bersatu. Masyarakat madani kita yang mulanya didominasi kental oleh gairah primordial, seperti Jong Java, Jong Sumatranen, Jong Celebes, Jong Ambon, Sarekat Islam, Muhammadiyah, Jong Tionghoa (sejarah mencoba menutupinya) tampak mengorientasi kiblat.

Kelompok nasionalis berlatar belakang sekuler, kalangan agamis (Islam), dan kelompok komunis melakukan konsolidasi di bawah payung ideologis bernama keindonesiaan. Walhasil, 17 tahun kemudian, proklamasi kemerdekaan dideklarasikan, dan lahirlah Pancasila dan UUD 1945. Terpenuhi sudah syarat ontologis yang dibutuhkan Indonesia untuk menjadi sebuah negara-bangsa (nation-state) dalam lembaran sejarah peradaban dunia.

Masyarakat Terbuka

Dalam suatu kesempatan di sela-sela dialog tentang primordialisme, Mohammad Sobari pernah berujar: "Anggaplah nenek moyang kita yang terdahulu telah melakukan kesalahan yang tidak disengaja, dengan menyatakan ada bangsa yang lebih unggul dari yang lain, dan berbagai text books yang menjurus pada primodialisme dan mungkin fundamentalisme. " Lebih lanjut Sobari mengatakan, bagaimana jika kita buang jauh-jauh pemikiran itu dan kita gunakan saja hasil konsensus para pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928, yang kita kenal sekarang sebagai Sumpah Pemuda yang berisi: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa yaitu Indonesia .

Dengan semangat berbeda-beda tetapi tetap satu (Bhineka Tunggal Ika) mungkin dapat mewujudkan masyarakat yang lebih damai dan terbuka (open society), yang menurut Karl Kopper, dapat meredam radikalisme dan fundamentalisme. Sejak dahulu dalam UUD 1945 (walaupun sudah empat kali diamandemen) dikenal terminologi Indonesia asli dan dalam Pasal 2 UU Kewarganegaraan RI 2006 terdapat istilah "asli" yang berbunyi: "Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang- undang sebagai warga negara."

Sejatinya kata asli memiliki dua dimensi arti yaitu asal usul (originality) atau sejati (genuine), yang artinya sejati atau tulen. Artian asal usul sebenarnya tidaklah mempunyai dasar ilmiah yang kukuh seperti yang telah lama diuraikan bahwa sebenarnya bangsa-bangsa di kepulauan Nusantara ini pada dasarnya adalah bangsa campuran. Dalam kehidupan politik yang modern pengertian nation (bangsa) tidak dikaitkan dengan faktor etnisitas, melainkan dengan rasa solidaritas dengan sesama warga negara untuk bersama-sama mewujudkan kehidupan bernegara. Keaslian tidaklah terkait pada faktor fisik melainkan pada semangat patriotisme. Jadi Indonesia yang asli haruslah bermakna Indonesia yang sejati, yang memiliki semangat cinta Tanah Air dan seluruh bangsa, serta memandang semua komponen bangsa sebagai sesama.

Sebagai contoh jika keaslian dikaitkan dengan faktor biologis, maka etnik Jawa yang tinggal di Suriname atau orang Ambon eks KNIL, ketika mereka kembali ke Indonesia dan menjadi WNI maka mereka berhak menjadi presiden. Jadi seolah-olah lebih berhak dibandingkan dengan etnik Tionghoa, Arab , India , atau Indo yang telah turun temurun hidup di sini dan telah berjasa banyak bagi kesejahteraan bangsa. Apakah ini tidak bertentangan dengan rasa keadilan yang berketuhanan? Oknum Tionghoa yang mengacaukan ekonomi dan menyebabkan kehancuran bank, tidak membayar pajak dengan adil, menyelundupkan kekayaan negara, tidaklah dapat dikategorikan Indonesia yang sejati. Bahkan tidak dapat dikategorikan ke dalam kelompok Indonesia sama sekali. Walaupun memakai nama Indonesia dan berbahasa Indonesia dengan fasih serta mengenal sejarah perjuangan dengan baik.

Tidak dapat disangkal bahwa banyak oknum Tionghoa yang melakukan tindakan kriminal dalam bidang ekonomi dan perdagangan dan tentunya tindakan kriminal lainnya yang cukup menyakitkan bangsa Indonesia secara keseluruhan, baik etnik Tionghoa maupun Melayu. Namun di sisi lain kontribusi etnis Tionghoa khususnya dalam perekonomian Indonesia sangatlah signifikan, hal ini dapat dikaji dari sejak awal kedatangan etnis Tionghoa di Nusantara. Introduksi teknologi pengolahan pangan dan hasil pertanian seperti pembuatan gula tebu, tanaman jati, pendulangan emas dan timah, teknik pengolahan kedelai menjadi tahu, kecap, tauco misalnya merupakan teknik-teknik yang dibawa oleh orang-orang Tionghoa ke Nusantara. Atas sumbangsih tersebut mungkin anak cucu mereka kini berhak menikmati buah karya leluhurnya tersebut.

Dalam kehidupan modern, etnik Tionghoa menyumbangkan tenaganya dalam bidang perdagangan dan telah menyediakan jutaan lapangan pekerjaan bagi semua pihak. Tidak sedikit yang banyak berkarya dalam bidang olahraga, ilmu pengetahuan, kedokteran, hukum, perhubungan, keteknikan, pendidikan, dan hampir semua bidang profesi lainnya. Bahkan ada umat Khonghucu (Yap Tjwan Bing) yang menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia ) dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ). Perlu dicatat pula bahwa sewaktu teks Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dibacakan, tempatnya di rumah seorang Tionghoa Khonghucu bernama Sie Kong Liong, di Jalan Kramat Raya 106 Jakarta (sekarang rumah tersebut dijadikan Museum Sumpah Pemuda). Hingga detik ini sumbangan etnik Tionghoa dalam berbagai sektor cukup besar. Tindakan Diskriminatif Fenomena penjarahan toko-toko milik etnik Tionghoa adalah buah dari tidak konsistennya produk hukum dari penguasa dalam kaitannya dengan etnis Tionghoa, serta masih banyaknya tindakan diskriminatif lainnya.

Contoh paling konkret adalah diskriminasi di bidang birokrasi seperti masalah SBKRI yang kadang dipelesetkan menjadi "Surat Bukti Kebodohan Republik Ini" dari arti yang sebenarnya yaitu Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia , kasus pencatatan akta kelahiran, dan lain-lain. Kasus-kasus tersebut merupakan salah satu petunjuk masih kuatnya budaya kesukuan (primordialisme) pada sebagian kalangan di Indonesia . Kelompok rasialis ini bukan saja telah merusak etnis tertentu, melainkan juga telah merusak ekonomi negara secara keseluruhan. Dengan adanya UU Kewarganegaraan yang baru-baru ini disahkan mudah-mudahan hal-hal tersebut tidak terjadi lagi di masa mendatang. Dan juga jangan sampai aturan yang telah disepakati bersama tersebut dinodai oleh praktek-praktek oknum rasialis yang mungkin masih tetap ada di bumi Indonesia tercinta ini. Namun di balik itu semua komunitas Tionghoa Indonesia juga jangan terlalu terbuai dengan tuntutan hak-haknya semata melainkan juga harus mengimbanginya dengan kewajibannya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan konstitusi. Maka dari itu komunitas Tionghoa juga harus belajar membuka diri menuju open society, sebab terkadang teman-teman Tionghoa juga sering kali bersikap eksklusif dalam hal ini kurang membaur.

Sebagai contoh, masih banyak orang Tionghoa yang menggunakan bahasa Tionghoa di khasanah publik dan hidup berkelompok (pecinan). Hal ini tanpa disadari tidak sesuai dengan isi Sumpah Pemuda. Etnis Tionghoa hendaknya memang tidak usah ragu-ragu dalam membina negara dan bangsa Indonesia karena memang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari negeri ini. Kontribusi etnis Tionghoa dalam membangun negara dan bangsa Indonesia tidaklah sedikit. Mulai sekarang etnis Tionghoa Indonesia haruslah merasa benar-benar at home di negara ini. Setiap individu Tionghoa harus aktif menangkis tuduhan-tuduhan yang tidak adil sesuai tugas dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia yang baik. Keadaan demografi dan landsekap politik sekarang ini sangatlah berbeda. Konsep kebangsaan lama yang terlalu menekankan homogenitas di atas keberagamaan tidaklah mengikuti irama zaman. Kebudayaan yang kita hadapi bukan cuma nasional tetapi juga multinasional. Konfigurasi kebudayaan Indonesia akan semakin mendekati konfigurasi kebudayaan dunia.

Indonesia akan menghadapi kenyataan semakin berkembangnya kebudayaan Amerika, Eropa, Arab , China , Jepang , Korea , India , dan sebagainya. Keanekaan tidak hanya antarsuku bangsa yang telah ada, tetapi dengan kebudayaan bangsa lain. Jadi konsep kebangsaan zaman kini mungkin haruslah menjadi suatu konsep yang terbuka dan semakin menuju pada semangat internasionalisme yang merujuk pada perdamaian dunia. Selaras dengan apa yang dikatakan Confucius bahwa Semua Manusia adalah Bersaudara (All Men are Brothers and Sisters).

Nasionalisme dan rasa cinta Indonesia yang tak bersekat etnis, ras dan agama

Nasionalisme dan rasa cinta Indonesia yang tak bersekat etnis, ras dan agama



Kebiasaan gw sejak gabung di milis Budaya Tioghua adalah mengCopast semua email yang sudah di bundel dalam sistem Daily digest kedalam file Onenote gw, karena maksud dan tujuan gw gabung di milis ini Cuma buat jadi member pasif aja kalo memang ada obrolan yang sangat menarik di gw baru deh gw nimbrung dan perpartisipasi. Tapi selebihnya yyaaah gw Cuma baca2 tulisan orang aja dan tadi malem pas gw baca2 lagi (ga da kerjaan karena mati lampu) gw nemu tulisan yang berjudul: Etnis Tionghoa dan Sumpah Pemuda yang ditulis oleh Kristan, nama ini rasanya kaga asing lagi bagi gw, rasa2nya pernah gw baca di mana gituuu… dan ternyata gw baca nama dia di buku yang berjudul Jadi cokin siapa takut? Buku ini juga kerena banget, disini si Kristan nulis kalo ga salah dua buah tulisan (bukunya berbentuk kumpulan tulisan2 dari berbagai penulis) mengenai hukum dan politik yang berkaitan dengan eksstensi etnis Tionghua di Indonesia.

Tapi yaudah lah gw ga bakalan bahas buku itu, tapi tulisan Kristan yang gw temuin di milis budaya Tionghua gw benar-benar tertarik dengan pemikiran-pemikiran cerdasnya di tulisan ini dan seketika rasa nasionalisme gw memuncak (walaupun gw selama ini memang udah cinta buuuanget sama Indonesia hehehe) gw jadi tercerahkan bahwa sebagai negara bangsa (atau lebih tepatnya negara bangsa-bangsa)masih terdapat ideologi2 primordialisme yang sangat menjunjung paham kedaerahan, kristan juga mengkiritisi penguunaan kata Indonesia asli yang terdapat didalam konstitusi kita alias UUD 45, cerdas banget!! Yang mana sih yang orang Indoneisa asli tiu? Kata askli aja memiliki dua makna:

"

Sejatinya kata asli memiliki dua dimensi arti yaitu asal usul (originality) atau sejati (genuine), yang artinya sejati atau tulen. Artian asal usul sebenarnya tidaklah mempunyai dasar ilmiah yang kukuh seperti yang telah lama diuraikan bahwa sebenarnya bangsa-bangsa di kepulauan Nusantara ini pada dasarnya adalah bangsa campuran. Dalam kehidupan politik yang modern pengertian nation (bangsa) tidak dikaitkan dengan faktor etnisitas, melainkan dengan rasa solidaritas dengan sesama warga negara untuk bersama-sama mewujudkan kehidupan bernegara. Keaslian tidaklah terkait pada faktor fisik melainkan pada semangat patriotisme. Jadi Indonesia yang asli haruslah bermakna Indonesia yang sejati, yang memiliki semangat cinta Tanah Air dan seluruh bangsa, serta memandang semua komponen bangsa sebagai sesama"

Nah benerkan?? Jadi udah ga jamannya lagi kalau lw bersikap diskrimitanif terhadap sodara2 Tionghoa kita dengan ngatain mereka Cina yang bukan orang Indonesia, cina tidak nasionalis dan sebagainya, Come on kita satu Indonesia!! Tiba2 juga gw jadi inget berdebatan gw waktu KKN (kuliah kerja nyata) sama teman KKN gw yang latar belakangnya ilmu politik dan hukum tataegara tentang kenapa orang Tionghua masih mendapat diskriminasi di negri ini, dan yang parahnya mereka berdua berpendapat kalau "cina-cina itu"(maaf gw Cuma ngutip kata2 yang keluar dari mulut kedua teman gw ini) memang sudah sepantasnya mendapatkan perlakuan yang tidak adil karena mereka bukan orang Indonesia asli tapi berasal dari Cina. Yang bikin gw kesal lagi kenapa gw kurang bisa meng komunikasikan pemekiran gw yang kurang lebih sama dengan Kristan bahwa asli atau tidaknya orang Indonesia tidak dilihat dari ras atau etnistas mereka, Tapi patriotisme dan pengakuan diri yang menyatakan bahwa mereka orang Indonesia tulen dan cinta Indonesia.

Your body is your Right

Your body is your Right


Aneh aja gitu kenapa pemerintah kurang kerjaan ngurusin urusan syahwat dan tubuk rakyatnya (kalo masalah tubuh agaknya yang banyak jadir korban dari UU Pornografi yang konyol ini adalah wanita).

Urusan sek yang kalau dirinci lagi didalam UU itu adalah masalah posisi dalam ML dan juga masalah orientasi seksual yang dianggap oleh pemerintah sebagai sesuatu yang menyimbang (gay dan lesbian atau secara umum adalah orientasi selain heteroseksual) juga dibahas, yang ini juga bisa dilihat sebagai manifestasi kekonyolan pemerintah seks dan segala macem atributnya adalah urusan pribadi sesorang yang berada diranah privat. Demikian juga ddengan orientasi seksual orang2 yang beragam bukanlah urusan pemerintah atau satu pihak tertentu, mengenai menyimbang atau tidaknya aktifitas dari orentasi seksual orang kebanyakan lagi2 juga bukan urusan pemerintah dan terlepas dari apapun orientasi seksual seseorang segala macem aktivitas seksual yang dilakukan secara dpribadi dan tidak dipertontonkan didepan umum dan tidak menganggu masyarakat tidak bisa dikatakan pelanggaran bukan??

Wahhh..wah ternyata UU ini sangat dikaitkan juga dengan masalah moral dan akhlak!! Dari mana datangnya moral dan akhlak? Cara berpakaian tidak ada sangkut pautnya dengan moral dan akhlak, tidak pernah terjadi kausus pemerkosaan ataupun tindak pidana yang berhubungan dengan kesopanan pada kehidipan orang Asmat di Papua yang tidak menutupi payudara dan penis mereka !!

Perempuan selalu disalahkan atas boboroknya moral bangsa ini, perempuan selalu disalahkan karena tidak bertanggung jawab dengan tubuh mereka. Mereka dipaksa menutup tubuh… kenapa laki-laki tidak? Jelas pemikiran ini adalah produk dari budaya patriaki yang selama ini membesarkan kita di indonesia, gw mang jadi agak feminist sejak ngabil mata kuliah antropologi wanita semester ini :)

Trus defenisi pornonya juga ndak jelas disini, gimana dengan penari bali?gimana dengan pakaian tradisional papua? Pronokah?

Stupid POLICY made by Stupid POPLE

My Visitors

mereka yang berkunjung


View My Stats