Rabu, 08 September 2010

Pembuatan lanting dan keramba (13 Agustus 2010)

Hari ini jumat, saya memilih untuk shohat jumat di Masjid Besar Kemarin sore saya melihat ada beberapa hal menarik dari masjid yang ingin saya telusuri lebih lanjut. Didalam masjid sama sekali tidak terasa panas lembab seperti udara diluar, mungkin karena arsitektur masjid yang memungkinkan udara bisa masuk bebas, selain itu masyarakat Bunut percaya kayu belian yang digunakan di sebagian besar bangunan masjid ini bisa memberikan efek menyejukkan didalam ruangan masjid. Sedikit bersemangat karena saya megira akan mendengar khotbah dalam bahasa Hulu tapi ternyata khotbah dibacakan dalam bahasa Indonesia ada yang menarik dari pembacaan khotbah, sang khatib membacakan khotbah sambil memegang tongkat kayu. Ternyata memegang tongkat merupakan salah satu sunah dalam ritual sholat jumat, tapi sunah ini sepertinya tidak cukup populer ditempat asal saya. Baru pertama kali ini saya lihat, tradisi ini sudah dimulai sejak masjid pertama kali dibangun, tongkat yang ada sekarang inipun masih tongkat yang sama yang terbuat dari kayu belian untuk tiang masjid. Kabarnya tongkat ini pernah dicuri orang dan kemudian secara ajaib tongkat kembali ke masjid dengan sendirinya.


Rencana awal membangun rapport dengan para pengurus masjid harus saya tunda dulu karena seorang kenalan baru, Heri akan mengajak kami untuk ikut ke danau Tramabas siang ini selesai sholat Jumat. Eri kira-kira berusia 30-an akhir. Sudah berkeluarga dan punya seorang anak balita perempuan, dia tinggal di dusun Perdah desa Bunut Hulu dan masih ada hubungan saudara dengan pak Wim. Seperti hampir setiap orang di Bunut Eri pun mempunyai banyak profesi, Eri mempunyai kapal tambang yang biasa disewa oleh orang-orang Bunut untuk mengangkut barang selain itu yang saya dengar dia juga suka masuk hutan untuk menebang kayu. Saya belum berani menanyakan hal ini secara langsung kepada Eri, kayu menjadi topik yang sensitif apalagi untuk informan yang mungkin sangat berharga seperti dia.


Kebetulan hari ini dia akan mengantarkan 5 orang pekerja pembuat keramba ke danau tramabas. Kami berangkat dari dermaga kecil yang terletak di dusun Kuala Bunut arah ke timur rumah pak Wim. Sesampai kami di dermaga tampaknya para pekerja dan Eri sudah selesai memuat barang-barang kebutuhan pembuatan keramba kedalam kapal. Lima orang pekerja ini akan membuat keramba di danau Tramabas dan mereka akan tinggal disana selama 20 hari kedepan. Semua barang yang mereka butuhkan seperti drum-drum plastik, kayu, paku, alat-alat pertukangan dan kebutuhan makanan selama disana dimuat sekali angkut bersama kapal si Eri ini.


Eri ramah kepada kami, ia bahkan mengizinkan Kukuh untuk mencoba mengemudiakan kapalnya sebentar betika melewati sungai besar. Sepanjang jalan bercerita tanpa henti, saya menangkap beberapa info penting rantai penjualan burung dan konsepsi masyarakat terhadap danau. Sebagai awam saya melihat danau ini hanya sebagai danau, hamparan air luas yang tidak memiliki ruang, tapi ternyata ada pembatas-pembatas wilayah imajiner didalam kepala para nelayan. Danau ini dibagi-bagi kedalam bebrapa area yang diberi nama juga, batas-batasnya sangat abstrak yang hampir mustahil bias saya lihat. Batas-batas imajiner ini ditunjuk-tunjuk Eri kearah danau. Saya bertanya kenapa mesti danau dibagi-bagi? Dia tidak tau persis kenapa, katanya mungkin agar para nelayan lebih mudah saja menandakan bagian mana dari danau yang baik buat dipasang jermal, yang banyak ikan untuk dipukat dan sebagainya. Salah seorang dari pekerja masih yang paling muda saya ajak mengbrol tapi sepertinya pemalu dan tidak berani menatap wajah saya, umurnya tidak lebih dari 20 tahun dan ternyata juga masih keluarga pak Wim.


Para pekerja langsung menurunkan bahan-bahan pembuat keramba, saya ikut membantu menurunkan dan baru sadar bahwa mereka juga membawa sampan. Mungkin nantinya mereka akan perlu turun kedarat (kehutan). Sembari kami memindahkan barang-barang bawaan ke lanting Eri bericara dalam bahasa Hulu kepada seorang Ibu yang sedang mencemur ikan kering dilanting sebelah. Sepertinya istri dari ketua danau ini. Dikiri dan kanan lanting baru tempat keramba akan dibangun ini sudah ada lanting-lanting lain yang sepertinya lebih tua usianya. Lanting deretan sebelah kri bahkan terkesan sudah reot dan lapuk, lanting-lanting ini dihubungkan dengan kayu-kayu utuh yang diapungkan secara serampangan. Saya ingin ke lanting si Ibu lanting sebelah tapi sialnya untuk kayu yang menghubungkan lanting kami hanyut ke darat. Satu-satunya cara yang bisa saya gunakan untuk sampai kesana adalah dengan perahu kecil ramping yang sedang tertambat. Saya tidak yakin dengan hal ini, tidak mau ambil resiko dulu dengan berkayuh kelanting sebelah saya terpaksa melewati kesempatan untuk ngobrol dengan si Ibu. Dari jauh saya perhatikan di lanting ibu sebelah ada lebih banyak keramba, ada juga kandang ayam, beberapa ekor burung hijau yang dikurung didalam jaring.

Tidak ada komentar:

My Visitors

mereka yang berkunjung


View My Stats