Hari ini bertepatan dengan waisak, ternyata perayaan atau semacam upacara telah diadakan pada pagi harinya. Memasuki vihara ini (ruangan utama), seorang ibu sedang menguras air bekas mandi rupang atau patung Budha masa kecil dengan air bunga. Air ini kemudian ditampung didalam sebuah ember dan di bungkus dengan plastik seukuran plastik pembungkus es batu, untuk kemudian boleh diambil oleh umat. Air ini dianggap suci bagi umat yang mempercainya. Posisi Budha kecil yang berdiri hanya dibalut oleh selembar kain di bagian alat vital-Nya adalah posisi ketika Dia dilahirkan, langsung bisa berdiri dan disetiap tanah yang dipijaknya tumbuh bungan teratai (lotus).
Sementara itu si Ibu yang gw tanya tentang informan yang tepat mengoper gw ke seseorang yang sepertinya adalah juga petugas atau pengurus vihara. Diki, sedang menuangkan minyak kedalam pelita-pelita. Dari logat sepertinya dia dari Jawa, katanya Romo sedang off *ajaib,, gw kira istilah of cuma dipakai oleh orang yang kerja kantoran aja* . Baru saja pulang, tadinya sih memang ada ibadah. Ternyata seorang rohaniawan Budha di vihara ini tidak digaji sehingga mereka memiliki “pekerjaan lain” yang menghasilkan gaji disamping berbhakti terhadap umat di vihara ini. Si diki ini pastilah semacam petugas juga di vihara ini yang bekerja secara voluntere.
Pelita-pelita yang di apungkan diatas cairan minyak dan air ini digantungkan di dua buah wadah berbentuk kubah yang terbuat dari logam berwarna keemasan. Kedua wadah logam tempat menggantungkan pelita-pelita ini berada di kiri dan kanan altar dewa-dewa sementara itu di dinding dekat pelita itu ditempel karton bertuliskan nama-nama umat penyumbang pelita, keempat sisi karton ini bertuliskan aksara cina, semua nama penyumbang pelita bernama cina bahkan beberapa nama ditulis dengan aksara cina juga. Karena generasi muda Tionghoa kota pada sekarang ini tidak lagi diberi nama tionghoa oleh orang tua mereka jadi gw berasumsi bahwa pastilah orang-orang didalam daftar ini adalah orang-orang tua.
Trus waktu gw lagi baca-baca brosur dan buku-buku dideket tangga beberapa orang bertampang India masuk dua orang cowok dan beberapa orang cewek. Awalnya sih ge kira mereka turis atau semacamnya tapi kemudian gw liat mereka ikutan mandiin Budha (denga hio) dan sembahyang didepa altar dewa-dewi. Cara mereka sembahyang berbeda2 ada yang duduk bersimpuh ada yang berdiri, ada yang mengatupkan kedua telapak tangan seperti orang kristen ada juga cara berdoa yang belon pernah gw liat sebelumnya (menyambungkan kedua telapak tangan dengan mempertautkan jari2, jadi telapak tangan mengarah ke dada sedangkan kedua jempol menghadap ke atas) belum pernah melihat yang seperti ini sebemumnya. MMhhhmm mungkin tradisi Hindu atau semacamnya dari India. Dan ga salah liat lagi gw cowok-yang-berdoa-dengan-cara-yang-belom-pernah-gw liat-sebelumnya membuat tanda salib didadanya setelah berdoa didepan altar (agak aneh ya...)
Gw nyari2 kesempatan buat ngobrol bareng mereka, tapi ga lucu kan kalo mereka lagi ibadah gw recoki dengan pertanyaan2 yang bernada sok akrab. Satu yang sama dengan kebiasaan orang tionghoa berdoa, mereka juga menggunakan dupa atau hio. Tapi tetep aja dupa2 itu keliatan janggal ditangan mereka, tidak seperti gerakan orang tionghoa yang memegang hio mereka ketika sembahyang diklenteng. Akhirnya setelag mereka menancapkan hio di hio lo yang terletak di pelataran vihara (berasumsi pada tahap ini mustinya ibadah telah selesai dilakukan).
Gw nyapa cowo-yang-berdoa-dengan-cara-yang-belom-pernah-gw-liat-tadi dengan bahasa Inggris. Namanya Najraf (kalo kaga salah, secara gw selalu ga pernah pay attention waktu kenalan sama orang. Kenalan, trus dua detik kemudian gw lupa nama makhluk yang barusan kenalan sama gw *biasanya gitu*) sopan, sangat sopan bahkan kalo menurut gw. Mungkin karena tersugesti dengan beberapa orang Inda lain yang pernah gw kenal. panjang lebar ngobrol kalo gw lagi bikin skripsi, kuliah di antro, tertarik dengan kebudayaan tionghoa dst... *mendominasi pembicaraan, ngobrol terus menyerocos masih dengan bahasa Inggris*.
dan...
“excuse me are u an exchange student from medical faculty?“
“yep.”
“are u Malaysian?”
“yes...”
Hahayy ngapain capek ngomong Ingris kalo kami sama2 bisa bahasa Melayu atau Indonesia. Akhirnya obrolan dilanjutkan denga bahasa Indonesia saja. Jadi gw dan teman2 baru dari Malaysia ini beranjak ke ruang berdoa selanjutnya di lantai dua, trus ngikutin ibadah mereka sampai ke ruangan lantai tiga juga. Sebenarnya mereka adalah Hindu tapi karena menurut mereka Hindu dan Budha punya banyak kesamaan makanya mereka juga berdoa di Vihara. Ketika pulang si Najraf membawa beberapa kantong plastik air mandi Budha juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar